Sumber Makanan dan Air Berkurang karena Kekeringan Berkepanjangan, Gajah di Selatan Afrika Terancam
JAKARTA - Negara-negara di selatan Afrika yang menjadi rumah bagi populasi gajah terbesar di dunia, mengkhawatirkan peningkatan kematian hewan tersebut dalam beberapa bulan mendatang, karena sumber makanan dan air menyusut setelah kekeringan parah.
Wilayah tersebut mengalami musim panas dan kering yang panjang selama musim hujan 2023-2024 yang disebabkan oleh El Nino, fenomena cuaca yang ditandai dengan menghangatnya air di Pasifik timur, menyebabkan cuaca lebih panas di seluruh dunia.
El Nino telah memperburuk dampak perubahan iklim, kata para ilmuwan, melansir Reuters 30 Mei.
Kekeringan telah memengaruhi pasokan air dan makanan bagi manusia, ternak dan satwa liar.
Zimbabwe kehilangan 160 gajah di Taman Nasional Hwange yang menjadi pusat perhatian pada tahun lalu hingga Januari 2024, menurut otoritas satwa liar negara tersebut.
Sementara, Botswana kehilangan 300 gajah akibat kekeringan tahun lalu, menurut kementerian lingkungannya.
Negara lain seperti Zambia juga telah mengonfirmasi kematian gajah di taman nasionalnya, dengan Menteri Lingkungan Rodney Sikumba menggambarkan kekeringan tersebut sebagai "menghancurkan".
Lima negara yang tergabung dalam kawasan konservasi Kavango-Zambezi (KAZA), Zimbabwe, Zambia, Botswana, Angola dan Namibia, yang merupakan rumah bagi 227.000 gajah, bertemu di Livingstone, Zambia, untuk membahas pengelolaan satwa liar yang berkelanjutan.
"Kekeringan telah memberikan dampak buruk dan Anda akan melihat bahwa sebagian besar tempat minum di taman-taman di sekitar KAZA mengering," kata Sikumba kepada Reuters di sela-sela konferensi.
"Jika tidak ada air dan makanan, Anda akan melihat bangkai-bangkai bertebaran di sekitar taman," lanjutnya.
Sementara itu, Zimbabwe Parks and Wildlife Authority (Zimparks) mengatakan telah menerima 3 juta dolar AS dari dana bencana negara itu untuk meningkatkan pasokan air di taman-taman nasional. Tetapi, direktur jenderalnya Fulton Mangwanya mengatakan jumlah tersebut tidak cukup untuk menyelamatkan satwa liar.
"Kami memiliki lebih dari 150 sumur bor bertenaga surya. Namun, itu tidak akan menghentikan gajah-gajah dari kematian saat kekeringan melanda. Kami siap menghadapi kekeringan, tetapi beberapa situasi tidak dapat dihindari," terang Mangwanya.
Baca juga:
- Israel Akhiri Operasi di Gaza Utara, 70 Persen Kamp Pengungsi Jabaliya Hancur
- Susul AS, Jerman Izinkan Ukraina Gunakan Senjatanya di Wilayah Perbatasan Kharkiv
- Laporan Situasi di Gaza ke Kongres Tidak Sesuai, Pejabat Departemen Luar Negeri AS Mengundurkan Diri
- Presiden Biden Izinkan Ukraina Gunakan Senjata AS untuk Serang Wilayah Rusia, Tapi...
Para delegasi mengatakan, perubahan iklim telah memperburuk konflik manusia-satwa liar karena gajah-gajah mengganggu habitat manusia untuk mencari makanan dan air. Tahun lalu, 50 orang meninggal di Zimbabwe akibat serangan gajah.
Direktur Konservasi Lanskap Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan (IFAW) Philip Kuvawoga mengatakan, satwa liar menghadapi risiko kekurangan makanan yang lebih besar karena kekeringan dan meningkatnya risiko kebakaran.
"Manajemen kebakaran penting agar kita dapat mempertahankan dan menjaga ketersediaan makanan bagi satwa liar," katanya.