Presiden Zelensky Sebut Rusia Berusaha Ganggu Pertemuan Konflik Ukraina, Indonesia Sudah Terima Undangan
JAKARTA - Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia masih berusaha mengganggu "pertemuan puncak perdamaian" dunia bulan depan untuk yang ditujukan untuk membahas perang di Ukraina, memberikan tekanan kepada negara-negara untuk menjauh dari pertemuan tersebut.
Pertemuan dimaksud rencananya digelar di Swiss pada 15-16 Juni mendatang. Presiden Zelensky berharap itu bisa menghasilkan front untuk menekan Rusia dan memajukan "formula perdamaian" yang menyerukan penarikan pasukan Rusia, serta pemulihan perbatasan Ukraina pada tahun 1991.
Dalam pidato video malamnya Hari Rabu, Presiden Zelensky mengatakan "hampir 100 negara dan organisasi internasional" kini terkait dengan "upaya global" untuk menyelesaikan konflik tersebut.
"Rusia tidak lagi dapat mengganggu pertemuan puncak tersebut meskipun mereka berusaha keras untuk melakukannya," kata Presiden Zelensky, melansir Reuters 30 Mei.
"Ini memberikan tekanan pada para pemimpin, secara terbuka mengancam berbagai negara dengan destabilisasi. Dan ini adalah salah satu konsekuensi dari dunia yang memberikan terlalu banyak waktu kepada negara teroris," lanjutnya.
Dia menambahkan, para pejabat dari Pemerintah Ukraina, parlemen dan lembaga-lembaga lainnya berupaya untuk memastikan partisipasi maksimal dan menjadikan pertemuan puncak itu "benar-benar efektif, yang diperlukan untuk mendekatkan perdamaian nyata".
Baca juga:
- Serukan Pembentukan Negara Palestina yang Merdeka, Presiden Xi Jinping: Perang Tidak Boleh Berlanjut
- Disebut Calon Pemimpin Rusia: Alexei Dyumin Pernah Tiap Hari Lapor Presiden Putin, Disanksi AS-Inggris
- Presiden Putin Tunjuk Mantan Pengawalnya Jadi Sekretaris Dewan Penasihat Negara, Calon Pemimpin Rusia?
- Presiden Erdogan Kecam Kegagalan PBB Hentikan Genosida dan Melindungi Stafnya di Gaza
Swiss yang menjadi tuan rumah KTT tersebut tidak mengundang Rusia. Di sisi lain, Moskow enggan membahas rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Zelensky, mengatakan setiap diskusi harus mempertimbangkan realitas baru, termasuk fakta Rusia telah menguasai sekitar 18 persen wilayah Ukraina.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri mengatakan Indonesia telah menerima undangan untuk menghadiri pertemuan di Swiss tersebut.
"Indonesia sudah menerima undangan peace summit Ukraina dan sedang proses mengkaji, apakah akan hadir atau tidak. Kalau hadir, seperti apa posisi Indonesia, kita masih mempelajari," kata Juru Bicara Kemlu RI Lalu M. Iqbal dalam keterangan di Jakarta 29 Mei.