Gedung Putih: Israel Mengatakan Gunakan Bom Berpemandu Presisi, Jika Benar, Ada Upaya Hati-hati
JAKARTA - Gedung Putih mengatakan, ada upaya untuk hati-hati dan presisi yang dilakukan Israel saat meluncurkan serangan udara ke Rafah, jika klaim penggunaan bom berpemandu presisi benar adanya.
Setidaknya 45 orang tewas dan lebih dari 200 lainnya terluka setelah serangan Israel di Rafah mengenai kamp pengungsi yang dikatakan berada di zona aman pada Hari Minggu, dikutip dari CNN 29 Mei.
Kebanyakan dari korban adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza dan petugas medis Palestina.
Pejabat Gaza maupun Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan, wilayah sasaran serangan itu adalah kamp pengungsian yang baru-baru ini didirikan di dekat gudang Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di barat laut Rafah.
Israel mengatakan serangan itu presisi dan berdasarkan intelijen akurat, dengan dua komandan senior Hamas dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.
Hamas mengeluarkan pernyataan kesyahidan dua pejuang dalam serangan pada Hari Minggu, kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, sebuah indikasi Israel sedang berusaha mengejar Hamas dengan "cara yang tepat sasaran dan tepat sasaran."
"Israel mengatakan mereka menggunakan bom seberat 37 pon, amunisi berpemandu presisi," ungkap Kirby, dikutip dari Reuters.
"Jika memang benar itu yang mereka gunakan, tentu saja ini mengindikasikan adanya upaya untuk berhati-hati dan tepat sasaran dan akurat. Sekarang, jelas ini berakibat tragis dan jelas hal itu perlu diselidiki," tandasnya.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui ada yang tidak beres secara strategis dari serangan tersebut, sehingga jatuh korban jiwa warga sipil, mengatakan penyelidikan peristiwa itu telah digelar.
Jaksa militer Israel Mayor Jenderal Yifat Tomer Yerushalmi menyebut serangan udara itu "sangat serius", mengatakan penyelidikan sedang dilakukan.
"IDF menyesalkan adanya kerugian terhadap non-kombatan selama perang,” kata Mayor Jenderal Yifat Tomer Yerushalmi pada sebuah konferensi pada Hari Senin.
Israel terus melakukan serangan terhadap Rafah meskipun ada keputusan pengadilan tinggi PBB pada Hari Jumat yang memerintahkan mereka untuk menghentikan serangannya, berdalih keputusan pengadilan tersebut memberi mereka (militan, red) ruang untuk melakukan aksi militer di sana.
"Rincian dari insiden ini masih dalam penyelidikan, yang kami berkomitmen untuk melakukan sepenuhnya," kata Mayjen Yerushalmi, dikutip dari The Times of Israel.
Ketika ditanya apakah Presiden Biden telah melihat beberapa gambar dari Rafah selama akhir pekan, Kirby mengatakan dia tidak dapat berbicara mengenai hal itu tetapi presiden "terus diberitahu sepanjang akhir pekan."
Saat ditanya apakah serangan Israel dapat menempatkan Pemerintahan Presiden Biden dalam posisi yang sulit, Kirby mengatakan kepada wartawan pada Hari Selasa, ada bahaya nyata Israel dapat semakin terisolasi dari komunitas internasional dengan cara mereka melakukan operasi.
"Jadi ini jelas memprihatinkan, karena ini bukan kepentingan terbaik Israel," kata Kirby.
Baca juga:
- AS Bilang Serangan Israel di Rafah Tidak Melanggar Garis Merah dan Tak akan Mengubah Kebijakan
- Prancis Siap Akui Negara Palestina, Presiden Macron: Tidak Ada yang Tabu
- Seluruh RS di Rafah Tidak Bisa Berfungsi, Korban Tewas Warga Palestina Tembus 36 Ribu Jiwa
- Pemerintah Slovenia Bakal Bahas Proposal Pengakuan Negara Palestina Pekan Ini
"Dan bukanlah kepentingan terbaik kita jika Israel semakin terisolasi di panggung dunia," tandasnya.
Tanggapan Pemerintah AS pada Hari Selasa dikritik oleh kelompok hak asasi manusia Arab-Amerika.
"Sedihnya, karena desakan Presiden Biden untuk mengirimkan lebih banyak bom untuk memungkinkan Netanyahu melakukan kejahatan perang di Rafah, hal ini kini merupakan genosida Amerika dan juga genosida Israel," kata Nihad Awad, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam.