DPR Fraksi PKS Ingatkan Pemerintah Beban Utang Semakin Berat
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil mengingatkan bahwa saat ini beban utang pemerintah sudah semakin berat sehingga sudah terlalu membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Fraksi PKS menilai bahwa beban utang pemerintah semakin berat. Hal ini terlihat dari alokasi pembayaran bunga utang yang semakin membebani anggaran negara," ucap Nasir dalam agenda penyampaian pandangan terkait Kerangka Ekonomi makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun 2025 di Rapat Paripurna, Selasa, 28 Mei.
Nasir menyampaikan Beban berat tersebut terlihat dari alokasi pembayaran bunga utang yang semakin besar pada tahun 2014, porsi pembayaran bunga utang sebesar 11,05 persen yang meningkat menjadi 19,56 persen tahun 2023.
Menurut Nasir selama tahun 2014 hingga April 2024 , utang pemerintah naik lebih 3 kali dari Rp2.608 triliun pada 2014 menjadi Rp8.262 triliun pada 2024.
Selain itu, Nasir mengingatkan bahwa Pemerintah masih menyimpan pekerjaan rumah yang cukup besar, utang jatuh tempo pemerintah pusat mencapai Rp704 triliun pada 2025.
Bahkan, menurut Nasir hingga 2028 masih ada sekitar Rp2.600 triliun utang jatuh tempo yang musti dibayar.
Sebelumnya dalam dokumen KEM-PPKF, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 berada pada rentang 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Defisit fiskal diperkirakan berada pada kisaran 2,45-2,82 persen PDB,” kata Sri Mulyani.
Baca juga:
Sementara itu, Sri Mulyani menyampaikan upaya untuk menutup defisit tersebut dilakukan dengan mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent dan sustainable yang ditempuh, antara lain dengan mengendalikan rasio utang dalam batas manageable di kisaran 37,98 persen - 38,71 persen PDB.
Selanjutnya dengan mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU, SMV dan SWF.
Kemudian dengan memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian, dan peningkatan akses pembiayaan bagi MBR dan UMKM serta mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang sustainable.