KPK Bakal Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Pekan Depan Gara-gara LHKPN Janggal

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil Rahmady Effendy Hutahaean yang merupakan mantan Kepala Bea Cukai Purwakarta pada pekan depan. Pejabat yang baru dicopot ini bakal dimintai klarifikasi terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dinilai janggal.

“Yang (mantan Kepala Bea Cukai, red) Purwakarta kita sudah keluarkan surat tugasnya dan mungkin minggu depan akan diundang untuk klarifikasi,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Mei.

Klarifikasi ini dirasa perlu karena istrinya punya saham di sebuah perusahaan. Tak hanya itu, dia juga dicurigai karena memberikan pinjaman kepada pihak lain melebihi kekayaannya.

“Hartanya Rp6 miliar tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar. Kan gitu enggak masuk di akal ya,” tegasnya.

“Jadi kami klarifikasi nanti kami kasih tahu lah hasilnya seperti apa kira-kira ya. Tapi, sekali lagi ini dampak dari karena ada harta berupa saham di perusahaan lain,” sambung Pahala.

Pahala belum memerinci soal kepemilikan saham di perusahaan itu. Dia hanya menyebut istri Rahmady menjadi komisaris utama di sana.

“Jadi nama PT-nya, apa segala macam kan enggak disebut. Ya, nanti kita lihat di situ (saat klarifikasi, red),” ujarnya.

 

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean jadi sorotan publik karena diduga melibatkan keluarganya dalam menjalankan urusan kedinasan. Dia kemudian dicopot dari jabatannya setelah menjalani pemeriksaan internal.

Selain itu, Rahmady juga dilaporkan ke KPK beberapa waktu lalu oleh Andreas yang merupakan advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm. Dia mempermasalahkan LHKPN milik Rahmady dalam pelaporan itu.

Penyebabnya, istri Rahmady yaitu Margaret Chritsina memberikan pinjaman sebesar Rp7 miliar kepada Wijanto Tirtasana yang merupakan klien Andreas. Peristiwa ini terjadi pada 2017.

Adapun syarat peminjaman ini adalah menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen. Hanya saja, terjadi ancaman dari Rahmady dan istrinya terhadap Wijanto sehingga Andreas sebagai kuasa hukum menelusurinya dan mengetahui kekayaan pejabat tersebut.