Instagram, Facebook, dan LinkedIn, Banyak Melacak Data Pengguna
JAKARTA - Beragam kebutuhan dan aktivitas manusia saat ini bisa diselesaikan oleh aplikasi. Mulai dari bertukar informasi dengan teman, rapat lewat ruang virtual, investasi, hingga berbagai bentuk hiburan.
Tapi, di balik kenyaman dan kemudahan tersebut, ada harga besar yang musti kita bayar. Beberapa aplikasi menarik dalam bentuk uang. Sedangkan sebagian besar, yang melacak data pengguna. Ya, tiada privasi buat data pribadi.
Baru-baru ini, pCloud, perusahaan penyedia layanan Komputasi Awan, merilis penelitian berjudul “The most invasive apps: which apps are sharing your personal data?”
Dalam penelitian tersebut, pCloud menemukan bahwa 52 persen aplikasi yang terpasang pada perangkat ternyata membagikan data pengguna ke pihak ketiga.
Peringkat tiga besar merupakan aplikasi yang juga banyak dibanyakan oleh masyarakat Indonesia. Yakni Instagram, Facebook, dan LinkedIn. Sedangkan Instagram menjadi aplikasi yang paling banyak mengumpulkan data privasi pengguna.
Jenis data yang dikumpulkan oleh Instagram meliputi data transaksi, lokasi, info kontak, kontak pengguna, history pencarian, history aplikasi browsing, identitas, konsumsi data, diagnosa perangkat, info serta info finansial.
“Dengan lebih dari 1 milyar pengguna aktif setiap bulan, cukup mengkhawatirkan kiranya jika Instagram menjadi pusat yang membagikan data pengguna dalam jumlah begitu besar,” tulis pCloud dalam blog resminya.
Baca juga:
- Kalo Gak Mau Akun WhatsApp Milikmu Dihapus, Wajib Setujui Kebijakan Privasi Baru
- Segera Hapus! 5 Aplikasi Muslim Ini Disebut Jual Data Lokasi Pengguna ke FBI
- Data Pribadi Guru Penerima Bantuan Bocor ke Publik, Mendikbud Diminta Turun Tangan
- RUU Perlindungan Data Diri Dinilai Belum Mengakomodir Semua Masalah
Pro dan Kontra Berbagi Data Privasi Pengguna
Ada pro dan kontra terkait penarikan data oleh aplikasi. Di satu sisi, data yang dikumpulkan bisa membuat aplikasi menawarkan pengalaman yang lebih baik. Selain itu, aplikasi juga bisa melacak secara sendiri jika ada bug serta memperbaiki.
Di sisi lain, data privasi pengguna juga dipakai untuk merancang iklan tertarget yang akan tampil lintas platform. Contohnya, misal kamu sedang mencari referensi dan desain brand sepatu lokal lewat Instagram.
Begitu membuka platform Facebook, kamu akan menemukan iklan merek sepatu lokal yang muncul di beranda. Tak cuma satu, bisa dua, tiga, bahkan tak jarang setiap kamu refresh halaman maka akan muncul iklan dari merek yang berbeda.
Kasus yang lebih ekstrem, kita selesai browsing produk tertentu melalui Facebook, lalu iklan produk tersebut muncul pada Google, atau platform lain.
Proses tersebut dilakukan dengan mengirimkan data privasi pengguna ke pihak ketiga. Dan menurut temuan pCloud, hampir setengah aplikasi yang ada saat ini melakukan hal tersebut.
Pihak ketiga biasanya diasosiasikan dengan perusahaan yang menjalankan aplikasi. Atau pihak tertentu yang membayar sejumlah biaya guna mengakses data pengguna. Dan biasanya, perusahaan analis sosial merupakan yang paling banyak menjadi pelanggan tersebut.
Contohnya seperti perusahaan BuzzSumo atau Hootsuit. Kedua perusahaan ini mengumpulkan data privasi pengguna dari berbagai platform untuk kemudian dianalisis. Selanjutnya, hasil analisa diolah, kemudian dijual lagi kepada pembelinya, masyarakat umum atau para pemerhati sosial.