Jusuf Kalla Tegaskan Pertumbuhan Gereja Lebih Banyak dari Masjid dalam Memori Hari Ini, 29 Maret 2013
JAKARTA – Memori hari ini, 11 tahun yang lalu, 29 Maret 2013, Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) menegaskan jumlah pertumbuhan gereja lebih banyak dibanding Masjid. Ia mengungkap ada andil pemerintah di baliknya. Pertumbuhan gereja jadi bukti toleransi agama kian meningkat.
Sebelumnya, pembangunan tempat ibadah agama minoritas --utamanya umat Kristen-- kerap terganggu. Tentangan muncul dari sana-sini dengan beragam alasan. Kadang urusan izin. Kadang juga persoalan gejolak politik jadi pengganggu.
Pembangunan tempat ibadah bagi agama minoritas tak mudah. Mereka kerap harus berjibaku dengan aturan dan penolakan. Perizinan boleh jadi beres. Bahkan, pembangunan gereja tidak melanggar dan menyalahi aturan karena sudah mendapatkan persetujuan pemerintah.
Semua itu tak menjamin pembangunan gereja berjalan mulus. Pembangunan gereja dapat urung dilakukan dengan ragam alasan. Sekalipun tuang pancangnya sudah didirikan. Kondisi itu membuat narasi toleransi agama kian jauh.
Alih-alih bisa hidup berdampingan menghargai keberagaman, masalah pembangunan gereja justru banyak membawa masalah bagi kerukunan umat beragama. Narasi itu bukan pepesan kosong belaka. Ambil contoh pembangunan gereja di kawasan perumahan yang dikelola PT Gowa Makassar Development (GMTD) di Makassar pada 2012.
Pembangunan gereja itu mendapatkan tentangan dari warga setempat. Warga Kampung Gottang sampai melakukan unjuk rasa menolak pembangunan gereja. Mereka menganggap pembangunan gereja hadir di lokasi yang tak tepat.
Lokasi itu justru banyak dilalui umat Muslim, ketimbang umat Kristen. Penolakan itu juga dilakukan karena pengembang perumahan dianggap bersikap tak adil. Umat Muslim sudah lebih dulu meminta pembangunan masjid. Namun, empunya usaha justru memilih menghadirkan gereja lebih dulu.
“Koordinator aksi, Muhammad Jufri Daeng Mangu, menuturkan warga sudah lama memperjuangkan pembangunan masjid dalam kawasan, tapi tidak memperoleh respons. Tanpa penjelasan, tiba-tiba saja ada pembangunan gereja.”
“Menurut dia, sebelumnya digelar pertemuan antara Ketua RW dan RT di Tanjung Merdeka, yang memutuskan tidak boleh ada pembangunan gereja lantaran posisinya berada di kawasan penduduk yang mayoritas muslim. Ternyata pembangunan tetap ada. Di lokasi bahkan sudah ada tiang pancang," ucap Jufri sebagaimana dikutip Tri Yari Kurniawan dalam tulisannya di koran Tempo berjudul Warga Gottang Tolak Gereja (2012).
Kondisi itu membuat Mantan Wapres, JK angkat bicara pada 29 Maret 2013. Ia mengakui bahwa pembangunan tempat ibadah kerap timbulkan persoalan. Namun, ia menyebut intensitas konflik itu kecil, tak banyak. JK meminta rakyat Indonesia jangan menafsirkan konflik yang ada dengan sikap anti terhadap agama lain.
Penolakan biasanya terjadi kepada proses pembangunan tempat ibadah. Bukan persoalan terkait ibadahnya. Narasi itu dibuktikan JK dnegan menyebut bahwa 20 tahun terakhir pertumbuhan gereja justru mencapai 130 persen, sedang masjid hanya 63 persen.
Baca juga:
- NU Menolak Keras Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia dalam Memori Hari Ini, 28 Maret 2011
- Pieter Erberveld hingga Oey Tambah Sia: Crazy Rich Era Kolonial yang Dihukum Mati Penjajah Belanda
- Tragedi Tanggul Waduk Situ Gintung Jebol dalam Memori Hari Ini, 27 Maret 2009
- Memori Aksi Teror di Rusia: Drama Penyanderaan di Teater Dubrovka Moskow 2002
Pertumbuhan itu karena pemerintah –utamanya era JK jadi Wapres—begitu menjunjung tinggi keberagaman. Pemerintah justru mempermudah izin pendirian rumah ibadah. Pemerintah mengajak segenap rakyat Indonesia mulai mengadopsi sikap toleransi. Semuanya supaya seluruh umat beragama dapat hidup berdampingan dan tentram.
"Itulah bukti bahwa Muslim sangat menghormati non-Muslim," kata JK di kantor pusat Baitul Muslimin Indonesia, di Pancoran, Jakarta Selatan, sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 29 Maret 2013.