Panggil Diplomat Beijing Buntut Insiden Akhir Pekan, Filipina: Intervensi China Tidak Dapat Diterima

JAKARTA - Pemerintah Filipina memanggil diplomat China pada Hari Senin untuk memprotes "tindakan agresif" di Laut China Selatan pada akhir pekan, sementara Menteri Pertahanan Manila menantang Beijing untuk memperkuat klaim kedaulatannya yang luas dengan membawa klaim mereka ke arbitrase internasional.

Kementerian Luar Negeri Filipina menuduh penjaga pantai Tiongkok menggunakan meriam air terhadap kapal sipil yang memasok pasukan pada Hari Sabtu di Second Thomas Shoal, yang dikatakan merusak kapal dan melukai beberapa awaknya, gesekan terbaru dalam serangkaian gejolak dalam satu tahun terakhir.

"Intervensi Tiongkok yang terus-menerus terhadap aktivitas rutin dan sah Filipina di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina tidak dapat diterima," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan, yang mengumumkan Kuasa Usaha Kedutaan Besar China telah dipanggil, serta mengajukan protes diplomatik di Beijing, melansir Reuters 25 Maret.

"Ini melanggar hak kedaulatan dan yurisdiksi Filipina," lanjut kementerian, menuntut kapal-kapal Tiongkok meninggalkan wilayah tersebut.

Sementara itu, penjaga pantai China mengatakan pada Hari Sabtu, pihaknya mengambil tindakan yang diperlukan terhadap kapal-kapal Filipina yang mengganggu perairannya.

Sementara itu, para kepala keamanan Filipina mengadakan pertemuan tingkat tinggi pada Hari Senin mengenai insiden tersebut, untuk menyiapkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Presiden Ferdinand Marcos Jr mengenai langkah-langkah ke depan dalam perselisihan tersebut.

"Filipina telah melakukan upaya tulus untuk melaksanakan instruksi Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan Presiden Xi Jinping untuk menurunkan ketegangan," kata Kementerian Luar Negeri Manila.

"Tindakan agresif Tiongkok mempertanyakan ketulusan Tiongkok dalam menurunkan ketegangan dan mendorong perdamaian," lanjutnya.

Dalam komentar yang mungkin akan membuat marah Beijing, Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro pada Hari Senin menyarankan agar Tiongkok menunjukkan kekuatan klaim maritimnya melalui arbitrase, bukan ambiguitas.

"Jika Tiongkok tidak takut untuk menyatakan klaimnya kepada dunia, lalu mengapa kita tidak melakukan arbitrase berdasarkan hukum internasional?," kata Teodoro kepada wartawan.

"Tidak ada negara yang percaya (klaim mereka) dan mereka melihat ini sebagai cara mereka menggunakan kekuatan, mengintimidasi, dan membelokkan Filipina pada ambisi mereka," tandasnya.

Terpisah, Kementerian Pertahanan China meminta Filipina untuk menghentikan "tindakan provokatif" dan komentar yang dapat menyebabkan konflik dan eskalasi.

Diketahui, Negeri Tirai Bambu mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai miliknya, termasuk Second Thomas Shoal yang berada dalam ZEE Filipina sepanjang 200 mil (320 km).

Filipina dengan sengaja mendaratkan kapal perang tua di perairan dangkal tersebut pada tahun 1999, sebagai cara untuk memperkuat klaim teritorialnya dan sejak saat itu tetap mempertahankan sejumlah kecil pasukan militer di sana.

Namun, Tiongkok mengerahkan ratusan kapal penjaga pantai di seluruh Laut China Selatan untuk berpatroli di wilayah yang dianggap sebagai perairannya, meskipun ada keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 dalam kasus yang diajukan oleh Manila, yang menyatakan klaim tersebut tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional. Tiongkok menolak mengakui hasil tersebut.

Sejak menjabat pada tahun 2022, Presiden Marcos Jr. telah mengambil tindakan tegas terhadap apa yang ia anggap sebagai permusuhan Tiongkok, menolak menyerah pada tekanan Beijing untuk menghindari fitur-fitur yang diklaim Tiongkok.