Bagikan:

JAKARTA - Filipina dan Vietnam  menandatangani perjanjian mengenai sengketa Laut China Selatan, di tengah ketegangan sejumlah negara ASEAN dengan China terkait dengan kawasan perairan tersebut.

Perjanjian pencegahan insiden di Laut China Selatan ditandatangani saat berlangsungnya kunjungan kenegaraan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. ke Vietnam.

Hanoi dan Manila memiliki klaim di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, di mana China mengajukan klaim besar berdasarkan sembilan garis putus-putus.

Dilansir ANTARA dari Anadolu, Selasa, 30 Januari, konsep sembilan garis putus-putus itu sendiri pada 2016, berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Permanen, sebuah pengadilan internasional di Den Haag, disebut tidak memiliki dasar hukum di bawah aturan internasional.

Selain perjanjian mengenai pencegahan insiden di perairan yang disengketakan, pernyataan dari kepresidenan Filipina mengatakan kedua pihak juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Penjaga Pantai Filipina dan Penjaga Pantai Vietnam mengenai kerja sama kemaritiman.

Mengenai pencegahan dan pengelolaan insiden di Laut China Selatan, pernyataan tersebut mengatakan bahwa Hanoi dan Manila "sepakat untuk meningkatkan koordinasi mengenai masalah maritim secara bilateral, di dalam ASEAN dan mitra dialog lainnya, dengan kedua pihak mengintensifkan upaya untuk meningkatkan kepercayaan, keyakinan, dan pemahaman, melalui dialog dan kegiatan kooperatif."

Vietnam dan Filipina adalah negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN -- sebuah blok regional di kawasan tersebut.

Perjanjian tersebut menjadi penting karena Manila dan Beijing dalam beberapa pekan terakhir mengalami peningkatan ketegangan terkait klaim maritim mereka.

Beijing dan Hanoi juga memiliki klaim yang saling bertentangan di perairan tersebut, tetapi kedua pihak pada akhir tahun lalu menekankan penyelesaian masalah tersebut secara damai.

Sengketa wilayah dengan China di Laut China Selatan melibatkan konflik klaim pulau dan maritim di wilayah tersebut oleh beberapa negara berdaulat ASEAN termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Taiwan juga memiliki klaim di perairan yang disengketakan tersebut.

Namun, China dan ASEAN menandatangani Deklarasi Laut China Selatan tentang Perilaku Para Pihak pada November 2002, menandai pertama kalinya Beijing menerima perjanjian multilateral mengenai masalah tersebut.

Pada November 2023, Marcos mengusulkan kode etik baru untuk stabilitas di Laut China Selatan yang disengketakan.

Kepala Negara Filipina itu telah mencari dukungan dari negara-negara seperti Vietnam dan Malaysia untuk menciptakan kode laut baru guna menjaga perdamaian di kawasan perairan yang disengketakan itu.