Australia Umumkan Rencana Pembangunan Angkatan Laut: Terbesar Sejak Perang Dunia II, Telan Dana Rp542 Triliun
JAKARTA - Australia pada Bulan Februari mengumumkan rencana pembangunan terbesar Angkatan Laut sejak Perang Dunia II, mengalokasikan dana lebih dari 35 miliar dolar AS (Rp542.885.000.000.000) untuk proyek pertahanan selama 10 tahun ke depan.
Menurut pernyataan pemerintah, Angkatan Laut Australia akan menambah armada kapal perang permukaan utamanya menjadi 26 kapal, setelah tinjauan independen yang dipimpin oleh seorang pensiunan laksamana Angkatan Laut AS menemukan, "armada kombatan permukaan yang ada saat ini dan yang direncanakan tidak sesuai dengan lingkungan strategi yang dihadapi."
"Australia yang kuat bergantung pada angkatan laut yang kuat, angkatan laut yang mampu melakukan diplomasi di kawasan kita, mencegah musuh potensial, dan membela kepentingan nasional kita ketika diperlukan,” kata Wakil Kepala Angkatan Laut Australia Laksamana Mark Hammond dalam pernyataannya, dilansir dari CNN 5 Maret.
"Ukuran, daya gempur dan kemampuan armada kombatan permukaan masa depan memastikan angkatan laut kita diperlengkapi untuk menghadapi tantangan strategis yang terus berkembang di kawasan kita," sambungnya.
Rencana untuk memperkuat armada tersebut mencakup 20 kapal perusak dan fregat, serta enam Kapal Permukaan Berawak Opsional Besar (LOSV), yang dapat beroperasi dengan pelaut di atas kapal atau secara mandiri sebagai drone.
Kapal permukaan tersebut akan bergabung dengan armada kapal selam bertenaga nuklir yang direncanakan Australia untuk dibangun berdasarkan pakta AUKUS dengan Amerika Serikat dan Inggris, tiga kapal selam pertama diharapkan akan dikirimkan pada awal dekade berikutnya.
Tinjauan independen tersebut mencatat, Australia memiliki |armada Angkatan Laut tertua yang pernah beroperasi dalam sejarahnya," menurut pernyataan pemerintah.
Para analis mengatakan, kondisi keamanan di kawasan, di mana Chian telah membangun angkatan laut terbesar di dunia, membuat Australia harus bertindak.
Collin Koh, peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan peningkatan ukuran armada Australia "sangat penting jika ada kebutuhan akan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan misi yang semakin meningkat, terutama memproyeksikan kehadiran di seluruh Indo-Pasifik."
Meskipun Tiongkok tidak disebutkan dalam rencana pembangunan tersebut, komisi peninjau mengatakan armada permukaan di masa depan memerlukan kemampuan "untuk mendukung kegiatan-kegiatan penting, termasuk berpatroli di wilayah utara, pengawalan jarak dekat dan misi pengangkutan laut."
Meski demikian. para analis menunjukkan kemungkinan ancaman dari Tiongkok.
"Ini mungkin menandakan betapa prihatinnya pemerintah dan pertahanan terhadap keadaan strategis kita," kata Jennifer Parker, asisten peneliti angkatan laut di UNSW Canberra, dalam sebuah wawancara dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC).
"Ada banyak yang mengatakan, pada periode akhir tahun 2020-an, kita sedang memasuki periode risiko di Indo-Pasifik dan hal ini disebabkan oleh meningkatnya agresi Tiongkok di Laut Cina Selatan dan Asia Timur Laut," ujarnya.
Diketahui, setelah selesai pada pertengahan tahun 2040an, pembangunan angkatan laut akan menghasilkan tiga kapal perusak berpeluru kendali kelas Hobart yang saat ini dimiliki negara tersebut, yang akan mendapatkan peningkatan pada sistem pertahanan udara dan serangannya; enam fregat kelas Hunter baru dengan kemempuan menyerang dan peperangan anti-kapal selam; 11 fregat untuk tugas pertahanan udara, serangan dan pengawalan; serta enam LOSV baru, yang masing-masing memiliki 32 sel Sistem Peluncuran Vertikal (VLS) untuk rudal.
Baca juga:
- Jabat Danjen Kopassus, Brigjen Djon Afriandi: Profesional, Modern dan Adaptif Saja Tidak Cukup
- 27 Warganya Tewas di Tahanan Israel, Kementerian Luar Negeri Palestina: Kejahatan Ini Tidak Boleh Dibiarkan
- Bantah Penembakan Terhadap Konvoi Bantuan, Militer Israel: Hasil Penyelidikan, IDF Menembaki Tersangka
- Dewan Pengawas Nuklir PBB Minta Militer Rusia Tinggalkan PLTN Zaporizhzhia
Tambahan 25 kapal kecil akan digunakan untuk patroli lepas pantai dan tugas keamanan maritim, kata pemerintah.
Para analis mengatakan, ketika kapal-kapal tersebut mulai beroperasi, mereka akan memerlukan pelaut untuk mengawakinya, sesuatu yang tidak dapat dijamin.
"Bahkan dengan otomatisasi tingkat tinggi yang ditemukan pada kapal baru yang direncanakan ini, bagaimana dengan awak kapalnya? Akankah (angkatan laut) menghadapi tantangan tenaga kerja dalam mengawaki armada yang diperluas ini?," tanya Koh.