Setuju Perpres Miras, Golkar: Sejalan dengan UU Cipta Kerja
JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mendukung diterbitkannya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Menurutnya, Perpres tersebut sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan berusaha dan peningkatan investasi.
"Ini sejalan dengan spirit UU Cipta Kerja yang memberikan kemudahan berinvestasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Christina dihubungi VOI, Senin, 1 Maret.
Menurut anggota Komisi I DPR itu, aturan Perpres 10/2021 itu sudah tepat mengatur legalitas industri minuman keras sesuai dengan daerahnya. Sebagaimana dinyatakan dalam persyaratan Perpres bahwa investasi dilakukan dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
"Saya nilai ini sudah pas bahwa khusus untuk minuman beralkohol investasi baru dimungkinkan untuk wilayah Sulut, Papua, NTT dan Bali," jelas Christina.
Baca juga:
- Alasan Adat untuk Legalisasi Miras di NTT, Bali, Papua dan Sulut Tidak Tepat, PKB: Ini Negara Pancasila
- Amien Rais Minta Ma'ruf Amin Ingatkan Jokowi Soal Perpres Investasi Miras: Ini Keliru Pak
- Jokowi Buka Investasi Miras, Amien Rais Meradang: Anda Hancurkan Moralitas Bangsa dan Tabrak Ketentuan Al-Qur'an
- Tolak Perpres Jokowi Soal Miras, Ketua MUI: Hasil Investasi Tak Sebanding Rusaknya Bangsa Ini
Bahkan, Christina menyebutkan bahwa Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Februari lalu sudah tepat sasaran. Ia meyakini pemberlakuan aturan terhadap 4 daerah dimaksud tidak akan membuka peluang pelanggaran bagi daerah lain di Indonesia.
"Perpres saya nilai tepat sasaran, jelas dimuat di Lampiran III bahwa penanaman modal diluar ke empat provinsi tersebut hanya dimungkinkan ditetapkan oleh Kepala BKPM berdasarkan usulan Gubernur," jelas Christina.
Untuk diketahui, dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 poin 31, 32 dan 33 tentang Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol, Anggur dan Malt, huruf a disebutkan untuk Penanaman Modal Baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Dalam huruf b disebutkan Penanaman Modal diluar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan Gubernur.