Di Hadapan Hakim, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Mengaku Kena Mental

JAKARTA - Eks Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengaku mengalami gangguan psikologi usai terjerat kasus dugaan pemerasan dan penerimaan suap di rangkaian perkara korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5.

Pengakuan itu disampaikan saat Hakim Ketua Fahzal Hendri memberikan kesempatan kepada Achsanul untuk menyampaikan pernyataan sebelum persidangan ditutup.

Achsanul Qosasi lantas menyebut kejiwaaanya terguncang usai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 3 November 2023.

"Memang hukuman sosial bagi saya sudah jatuh tentunya dan mengakibatkan kondisi psikologi saya yang drop dan mengalami masalah medis," ujar Achsanul Qosasi di hadapan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 7 Maret.

Kondisinya itu disebut mengharuskan tim dokter dari rumah tahanan (rutan) bolak-balik untuk memeriksanya. Bahkan dia direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan di rumah sakit.

"Sehingga dokter Rutan sudah beberapa kali menghadiri saya. Kemudian dua minggu berikutnya saya direkomendasikan Untuk melakukan general check up di rumah sakit Adhyaksa," sebutnya

Menimpali Achsanul Qosasi, salah satu kuasa hukumnya turut menyampaikan kondisinya kliennya tersebut. Bahkan, ada bukti berupa riwayat kesehatan yang akan diserahkan kepada mejelis hakim.

Pernyataan itu terkait keinginan Achsanul Qosasi meminta majelis hakim untuk mengizinkan pembantaran.

Merespons hal itu, Hakim Ketua Fahzal Hendri menyebut tak bisa langsung memutuskan. Nantinya, majelis hakim akan berdiskusi terlebih dulu perihal permohonan tersebut.

"Nanti akan kami proses ya Pak Achsanul ya," ucap Hakim Fahzal.

Achsanul Qosasi didakwa melakukan pemerasan dalam proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5. Nominalnya menacapai Rp40 miliar.

"Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, yaitu, berupa uang tunai sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp40 miliar," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 7 Maret.

Aksi pemerasan Achsanul Qosasi dilakukan kepada Anang Achmad Latif yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.

Permintaan sejumlah uang itu dimaksudkan sebagai upah dari pengondisian hasil audit proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G yang dilakukan BPK.

"Terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan lekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh BAKTI Kominfo supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan kerugian negara dalam pelaksaan proyek," sebut jaksa.

Dalam kasus ini, Achsanul Qosasi diduga melanggar Pasal 12 B, Pasal 12 E, atau Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.