Jelang Ramadan serta Idulfitri, Pemerintah Harus Jaga Pasokan Beras demi Tekan Inflasi dan Panic Buying
JAKARTA – Harga beras dan kebutuhan lainnya yang terus merangkak naik menjelang Ramadan 2024 membuat masyarakat menjerit. Di tengah mahal – dan langkanya – beras, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan panic buying.
Sejak beberapa bulan terakhir, stok beras terutama kelas premium menjadi perbincangan lantaran tidak hanya harganya yang terus menanjak tapi juga sulit ditemukan. Menjelang Ramadan 2024, di mana kebutuhan pangan meningkat, harga bahan pangan terpantau masih naik.
Berdasarkan pantauan di laman resmi panel harga Badan Pangan Nasional (BPN) Rabu (6/3/2024), harga beras premium berada di harga Rp16.660 per kg atau naik Rp108 dibandingkan sebelumnya. Sementara harga beras medium berada di angka Rp14.320/kg atau turun Rp10 dari hari sebelumnya.
Kenaikan harga juga dialami bahan pangan lainnya seperti bawang putih bonggol, daging ayam, telur ayam, gula putih, minyak goreng, dan tepung terigu.
Panic Buying karena Kecemasan Berlebihan
Baru-baru ini, Kemendag meminta masyarakat untuk tenang dan tidak melakukan panic buying menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) puasa Ramadan dan Idulfitri 1445 Hijriah. Kemendag menjamin stok komoditas pangan pokok aman.
“Kementerian Perdagangan berharap masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kebutuhan beras masyarakat untuk dikonsumsi,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim dalam acara bertajuk Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok, di Jakarta, dikutip dari Antara.
Isy Karim menuturkan, panic buying yang dilakukan masyarakat bukan hanya disebabkan kelangkaan beras, tapi karena ingin mendapatkan harga yang lebih murah. Fenomena ini, menurut dia, justru bisa mengakibatkan harga lebih buruk.
Karim juga berharap agar masyarakat berbelanja dengan bijak dan sesuai kebutuhan. Ia pun menegaskan ketersediaan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang merupakan program Perum Bulog dalam kondisi aman. Dikatakan Karim, beras SPHP yang tahun lalu tidak tersedia di retail modern tahun ini tersedia demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Panic buying adalah perilaku membeli suatu kebutuhan dan menimbunnya dalam jumlah yang banyak pada saat terjadi situasi darurat tertentu. Panic buying biasanya dilakukan masyarakat ketika terjadi bencana, perang, atau situasi mendesak lainnya seperti saat pandemi COVID-19.
Sementara itu, dikutip dari laman Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Surabaya, dosen program studi Agribisnis Universitas Jember menjelaskan panic buying adalah dampak dari sikap manusia yang terlalu berlebihan dalam merasakan kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan sehingga melakukan tindakan panic buying.
Kenaikan Harga Beras Bisa Berefek Domino
Pembelian panik ini biasa terjadi menjelang HBKN termasuk Ramadan dan Idulfitri. Dan selama itu pula, pemerintah baik pusat maupun daerah selalu mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan panic buying.
Pembelian panik dapat memiliki efek domino. Ketika satu orang berbelanja berlebihan, ini bisa memicu reaksi berantai di sekitarnya, sehingga mengakibatkan stok barang semakin cepat habis. Selain itu, panic buying juga berpotensi menyebabkan inflasi karena peningkatan harga barang.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan pemerintah perlu menjaga pasokan beras domestik supaya tidak terjadi kenaikan tingkat inflasi yang signifikan selama Ramadan dan Idulfitri.
“Penting untuk menjaga pasokan beras di Indonesia agar harga beras stabil dan tidak terjadi inflasi yang tajam, apalagi sebentar lagi bulan puasa dan Lebaran,” ujar Esther Sri Astuti, disitat Antara.
Baca juga:
- Meluruskan Mitos Soal Pijat Bayi, Bukan untuk Pengobatan Melainkan Upaya Preventif dan Promotif
- Parpol di Indonesia Cuma Mikir Kepentingan Pragmatis dan Kekuasaan, Makanya Ngoceh Soal Parliamentary Threshold
- Music Performer Visa yang Diharapkan Mampu Datangkan Banyak Musisi Mancanegara
- Jika KPU Memble, Lonjakan Suara PSI Pantas Dicurigai sebagai Manipulasi Lewat Operasi Sayang Anak
Fakta bahwa beras merupakan kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia membuat permintaan terhadap beras inelastis. Sehingga menurut Esther, berapa pun harganya masyarakat akan tetap beli. Namun, jika kenaikan harga beras dibiarkan bisa mendorong kenaikan harga barang lain dan tingkat inflasi melonjak tak terelakkan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa beras merupakan komoditas penyumbang inflasi pada Februari 2024 dengan andil sebesar 0,21 persen terhadap inflasi bulanan (month-to-month/mtm) serta 0,67 persen terhadap inflasi tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi harga beras terjadi di 37 provinsi sepanjang Februari 2024.