Diplomasi Medis Kuba: Aktif Kirim Dokter ke Penjuru Dunia
JAKARTA - Kepemimpinan Fidel Castro bawa angin segar bagi seisi Kuba. Pejuang revolusi kiri itu mampu meningkat hajat hidup rakyatnya. Urusan kesehatan masyarakat, utamanya. Ia melakukan investasi besar-besaran dalam memperbaiki layanan kesehatan gratis.
Suatu Kebijakan yang membuat Kuba surplus dokter. Ajian yang menjadikan pasukan jas putih asal Kuba bak alat diplomasi medis. Sederet tenaga kesehatan itu disebar ke seluruh penjuru dunia dengan masif. Bahkan, Kuba aktif mengirim dokter untuk misi kemanusiaan.
Revolusi sejatinya mampu membawa perubahan besar bagi suatu bangsa dan negara. Narasi itu pernah dicontohkan oleh Castro yang didukung penuh Che Gueavara. Pejuang revolusi itu mampu melengserkan rezim diktator Fulgencio Batista pada 1959.
Suatu sosok yang jadi representasi kepentingan Amerika Serikat (AS) di Kuba. Kemenangan segenap pejuang revolusi disambut dengan gegap gempita. Rakyat pun berharap kepemimpinan Castro sebagai orang nomor satu Kuba dapat membawa banyak perubahan.
Syukur-syukur dapat meningkatkan hajat hidup rakyat Kuba. Castro dengan ajian komunismenya mulai menyusun gebrakan. Ia ingin supaya seluruh rakyat Kuba dapat mengakses pendidikan dan kesehatan secara gratis.
Kedua hal yang digadang-gadang Castro sebagai ajian utama Kuba jadi bangsa besar. Masalah kesehatan pun mendapatkan porsi yang besar. Kepedulian itu karena urusan kesehatan kerap dianggap sepele oleh rezim sebelumnya.
Anggaran kesehatan yang dikecil diperparah dengan kekurangan fasilitas kesehatan di sana-sini jadi musabab. Castro pun tak ingin hal itu terus berlanjut. Ia ingin rakyat Kuba dibangun kecerdasaan lewat pendidikan, dan dibangun raganya lewat layanan kesehatan berkualitas.
Investasi besar-besaran pun dilakukan dalam bidang kesehatan. Hasilnya gemilang sekalipun Castro tak lagi memimpin. Kuba jadi surplus dokter. Alih-alih tenaga kesehatan itu hanya cukup untuk Kuba, justru dokter-dokter yang ada terus bertambah banyak. Mereka sampai ‘diekspor’ ke negara lain yang lebih membutuhkan.
Baca juga:
- Amir Syarifuddin Dijatuhi Hukuman Mati oleh Penjajah Jepang dalam Sejarah Hari Ini, 29 Februari 1944
- Momen Luhut Binsar Pandjaitan Dianugerahi Gelar Jenderal Kehormatan Bintang Empat
- Michael Jackson Menyabet Delapan Grammy Awards dalam Sejarah Hari Ini, 28 Februari 1984
- Aksi Bakar Diri Mohamed Bouazizi Picu Gelombang Revolusi Arab Spring
Ajian itu berlangsung hingga kini. Bahkan, dianggap oleh pemerintah Kuba sebagai wujud diplomasi medis. Dokter-dokter itu juga terus dikirim Kuba untuk misi kemanusiaan ke negara yang membutuhkan.
“Manfaat diplomatik dari pengiriman dokter ke negara-negara berkembang sangat membantu Kuba dalam membangun hubungan internasional dan menambah pundi-pundi pendapatan negara. Bagi negara-negara kecil di Afrika atau Karibia, yang belum tentu mampu membayar dokter, hal ini membuat mereka berpihak pada Kuba. Mereka akan lebih lunak terhadap Kuba, ketika Kuba berada di bawah tekanan internasional dari Eropa dan Amerika Serikat.”
“Pengiriman dokter ke luar negeri untuk tujuan kemanusiaan juga menjadi fokus Kuba. Petugas medis Kuba mendapat pujian di media internasional atas kemanjuran dan komitmen mereka setelah gempa bumi Haiti tahun 2010 dan selama krisis Ebola di Afrika Barat tahun 2014. Hal itu membantu memberikan kesan yang baik pada rezim komunis,” terang Analis Kuba, Mark Keller sebagaimana dikutip Ciara Nugent dalam tulisannya di laman TIME berjudul How Doctors Became Cuba’s Biggest Export (2018).
Misi Kemanusiaan
Eksistensi misi diplomasi medis kian menjol kala pendemi COVID-19 mewabah pada awal 2020. Kasus virus pernapasan akut di Wuhan jadi momok menakutkan di berbagai negara dunia. Semuanya karena COVID-19 dapat menular dengan cepat.
Satu demi satu negara dunia mulai merasakan nestapa dihantam COVID-19. Ekonomi jatuh, pun fasilitas kesehatan sampai tak kuat menampung. Kekurangan tenaga kesehatan, utamanya dokter menggema di mana-mana.
Pemerintah Kuba ambil sikap. Pandemi COVID-19 dianggap harus dihadapi dengan bersama-sama. Empunya kuasa pun melakukan gebrakan. Mereka mengirim banyak dokter ke berbagai penjuru dunia untuk misi kemanusiaan, ke benua Afrika hingga Eropa.
Suatu misi untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Pasukan jas putih (julukan dokter Kuba) cukup mempuni. Mereka sudah terbiasa menghadapi penyakit menular. Bantuan dokter-dokter itu disambut dengan gegap gempita dan mendatangkan puja-puji kepada Kuba.
Kehadiran pasukan jas putih itu cukup efektif. Kuba pun jadi gambaran berbeda bahwa paham komunis yang dianut tak melulu bekerja untuk kekuasaan belaka, tapi juga untuk kemanusiaan. Ajian itu terbukti berhasil karena hingga kini, hampir 67 negara juga ikut menggunakan jasa dari dokter Kuba.
“Ketika kalangan ilmiah dan medis meraba-raba dalam kegelapan terkait COVID-19, pengobatan Kuba, yang berdasarkan pengalaman masa lalu dapat memberikan jawaban yang tepat,” pujian yang diberikan kepala kerja sama Kementerian Luar Negeri Togo, Charles Azilan sebagaimana dikutip laman NBC News, 15 September 2020.