KPK Berpeluang Panggil Keluarga Syahrul Yasin Limpo untuk Telusuri Aset Hasil Pencucian Uang

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menelusuri hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Keluarganya berpeluang untuk dipanggil penyidik.

"Iya, kebutuhannya nanti ketika penyidik memang membutuhkan keterangan dari pihak keluarga intinya, misalnya dalam rangka menelusuri aliran uang dan aset-aset. Pasti kami panggil untuk memperjelas unsur-unsur dari TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 20 Februari.

Ali bilang penerapan pasal pencucian uang merupakan pengembangan dari kasus pemerasan di lingkungan Kementan serta penerimaan gratifikasi senilai Rp44,5 miliar. Kekinian, komisi antirasuah akan mencari aset apa saja yang asalnya dari praktik lancung tersebut.

"Dari situ kemudian dikembangkan apakah ada yang berubah menjadi aset. Misalnya, membelanjakan, membayarkan, membeli dan seterusnya, itu kami dalami. Sehingga dibutuhkan keterangan dari berbagai pihak termasuk keluarga," tegasnya.

Adapun dalam kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi penyidik sudah menyita harta benda Syahrul sudah dilakukan. Di antaranya, rumah kediaman milik Syahrul yang berada di wilayah Jakarta Selatan.

Kemudian, mobil mewah merek Audi, uang senilai puluhan miliar Rupiah, serta bukti pembelian barang-barang berharga lainnya. Penyitaan ilakukan dalam rangka pemulihan aset dari hasil tindak pidana korupsi.

Sebagai informasi, penyidik KPK telah memanggil anak Syahrul yang juga anggota DPR RI Fraksi NasDem, Indira Chunda Thita Syahrul Putri pada Jumat 2 Februari. Hanya saja dia mangkir dari panggilan.

KPK menduga Syahrul memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

Komisi antirasuah kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.