Popularitas Capres Cawapres di Medsos dan Media Massa Online Jelang Pilpres 20204
JAKARTA – Menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024, popularitas tiga calon presiden menjadi perhatian masyarakat. Ketiga Capres yang akan bertarung adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Masing-masing Capres makin gencar melakukan kampanye demi meningkatkan popularitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), popularitas diartikan sebagai kepopuleran atau tingkat kepopuleran. Sementara Britannica Dictionary menjelaskan bahwa popularitas adalah keadaan disukai, diterima, atau diakui oleh banyak orang.
Netray memantau popularitas ketiga pasangan Capres Cawapres menggunakan kata kunci ganjar&Mahfud, prabowo&gibran, dan anies&muhaimin. Sementara popularitas Capres Cawapres secara individu dipantau dengan kata kunci ganjar pranowo, mahfud md, prabowo subianto, gibran, anies baswedan, dan muhaimin iskandar.
Pemantauan popularitas ketiga pasangan Capres Cawapres ini dilakukan pada periode 29 Januari sampai 4 Februari.
Prabowo-Gibran Terpopuler
Berdasarkan pemantuan Netray Media Monitoring terkait popularitas Capres Cawapres, pasangan Prabowo-Gibran kembali merebut posisi pertama, sementara Ganjar-Mahfud harus puas turun ke peringkat kedua setelah sempat berada di urutan teratas.
“Pasangan Prabowo mengantongi total mention sebanyak 189.563, sementara Ganjar-Mahfud memperoleh penyebutan sebanyak 174.875,” menurut laporan Netray.
Di urutan terakhir masih ditempati paslon Anies-Muhaimin karena hanya memperoleh penyebutan 80.906 kali.
Jika dilihat dari popularitas individu Capres Cawapres pada periode tersebut, Gibran Rakabuming Raka masih jadi yang populer. Selanjutnya disusul Anies Baswedan yang menggeger posisi Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang masing-masing turun satu peringkat. Prabowo Subianto dan Cak Imin masih sama seperti periode sebelumnya, menempati peringkat dua terbawah.
Meski popularitas Ganjar-Mahfud mengalami penurunan, paslon ini masih menempati peringkat pertama dalam mendapatkan sentimen positif. Paslon nomor urut tiga ini mendapat impresi positif 65,96 persen dari warganet, walau angka ini menurun dibandingkan sebelumnya.
Kemudian disusul Prabowo-Gibran di urutan kedua dengan persentase sentimen positif di angka 49,21 persen. Anies-Muhaimin di urutan terbawah dengan sentimen positif sebesar 44,83 persen.
“Prabowo-Gibran sekaligus menjadi paslon dengan sentimen negatif terbanyak dengan perolehan sebesar 24,25 persen disusul Anies-Muhaimin 15,21 persen dan Ganjar-Mahfud sebesar 12,48 persen,” lanjut laporan Netray.
Proporsi sentimen positif negatif paslon sedikit banyak tercermin pada perolehan impresi individu Capres dan Cawapres. Proporsi sentimen positif Ganjar masih yang tertinggi, namun perolehan sentimen Mahfud pada pekan ini terhitung cukup merata. Sentimen positif Mahfud masih kalah dibandingkan dengan Prabowo dan Anies Baswedan. Sedangkan Gibran masih menjadi Cawapres dengnan sentimen negatif tertinggi.
Popularitas dan Elektabilitas
Bicara soal popularitas tak bisa dilepaskan dari elektabilitas. Merujuk KBBI, elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan.
Mengutip Tempo, popularitas dan elektabilitas merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya memiliki kaitan yang erat. Elektabilitas berhubungan dengan kemampuan kandidat mempengaruhi persepsi pemilih untuk memilih dirinya. Kualifikasi itulah yang akan menjadi kriteria keterpilihan.
Jika elektabilitas dibangun berdasarkan kualifikasi kandidat, berbeda dengan popularitas yang dapat ditingkatkan melalui promosi, misalnya kampanye lewat iklan politik.
Iklan merupakan aspek paling berpengaruh dalam kemenangan kandidat di pemilu. Makin tinggi popularitas seseorang, kemungkinan kriteria keterpilihannya diketahui calon pemilih makin tinggi pula, sehingga elektabilitasnya juga menjadi semakin tinggi.
Tapi, bukan berarti popularitas yang tinggi dapat menjamin elektabilitas menjadi tinggi. Ada kalanya kandidat dengan popularitas tinggi, elektabilitasnya justru rendah. Ini terjadi karena keterkenalan tidak menjamin kriteria keterpilihannya cocok dengan pemilih.
Di sisi lain, ada pula kandidat yang elektabilitasnya tinggi namun popularitasnya rendah. Meski kriteria keterpilihan kandidat tersebut banyak disukai, bisa saja kalah lantaran tidak populer.
Baca juga:
Karena itulah, popularitas dan elektabilitas dalam pemilu adalah dua hal berbeda, tapi tidak bisa dipisahkan. Popularitas yang tinggi akan sia-sia jika tidak memiliki kriteria keterpilihan yang tinggi. Percuma juga jika memiliki kriteria keterpilihan tinggi namun tidak populer.
Dua aspek ini, baik popularitas maupun elektabilitas harus beriringan karena memiliki arti penting bagi kandidat.