Fenomena Dokteroid atau Dokter Palsu Kian Meresahkan, Kapan Mampu Diatasi?
Umum PB IDI, Moh. Adib Khumaidi, berusaha lebih peduli terhadap keberadaan dokteroid atau dokter palsu. (VOI/Dewi)

Bagikan:

JAKARTA – Kasus dokter palsu kembali terjadi di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, kali ini korbannya beberapa pemain sepak bola profesional.

Adalah Elwizan Aminuddin, dokter gadungan yang akhirnya ditangkap polisi setelah dua tahun menjadi buron. Elwizan dilaporkan terkait kasus pemalsuan ijazah ke Polresta Sleman pada 3 Desember 2021. Saat itu, polisi sudah memanggil Elwizan sebagai terlapor.

Namun ia tidak pernah datang memenuhi panggilan polisi hingga akhirnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Elwizan Aminuddin sempat mundur secara lisan per 1 Desember 2021. Hal itu ia ungkapkan kepada Direktur Utama PS Sleman, Andy Wardhana, dengan alasan pamit pulang ke Palembang karena orangtua sakit.

Setelah dua tahun dalam pelarian, Elwizan akhirnya ditangkap di rumahnya di kawasan Cibodas, Tangerang, Rabu (24/1/2024).

Elwizan Aminuddin, dokter palsu yang sempat bekerja di beberapa klub sepak bola Indonesia, bahkan di Timnas Indonesia U-19. (Dok. PSS)

Kabar adanya dokter abal-abal di tim sepakbola di Indonesia meresahkan masyarakat. Apalagi, Elwizan diketahui sudah melakukan penipuan ini sejak bertahun-tahun lalu. Menurut Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian, Elwizan Aminudin telah delapan tahun menjadi dokter gadungan.

Ia sempat menangani sejumlah klub sepakbola hingga Timnas U-19. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, tersangka diketahui menangani sembilan tim selama berpura-pura menjadi dokter.

"Timnya, Persita Tangerang, Barito Putra, Timnas U-19, Bali United, Madura United, Sriwjijaya, kembali Timnas U-19, Kalteng Putra, PSS Sleman," kata Riski.

Empat Kriteria Dokteroid 

Kasus tertangkapnya dokter palsu tidak hanya kali ini terjadi. Pada tahun lalu dokter gadungan yang bernama Susanto juga ditangkap. Ia bekerja di Rumah Sakit Pelindo Husada Citra (RS PHC). Pria yang merupakan lulusan SMA ini ternyata telah beberapa kali melakukan aksi serupa dengan memalsukan berkas ketika melamar ke fasilitas kesehatan.

Dalam dunia kedokteran, dokter palsu disebut dengan istilah dokteroid, yaitu seseorang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dokter, tapi menjalani praktik kedokteran.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memiliki empat kriteria dokteroid. Pertama, orang awam yang melakukan praktik kedokteran, menerima pasien dengan mengaku sebagai dokter dan memeriksa serta memberikan obat kepada pasien. Kedua adalah bidan perawat dapat dikategorikan dokteroid seandainya turut memberikan praktik kedokteran terhadap pasien.

Susanto, dokter gadungan yang ditangkap setelah sempat bekerja selama dua tahun di RS PHC Surabaya. (Istimewa)

Ketiga yang termasuk dokteroid menurut IDI adalah seseorang yang memberikan seminar kedokteran padahal ia tidak termasuk dokter. Keempat, dokter asing yang membuka praktik tanpa izin di Indonesia.

“Ini adalah concern bagi kami, bukan hanya saat ini tapi juga beberapa tahun yang lalu,” ujar Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi, SpOT dalam webinar pada Selasa (6/2/2024).

“Karena banyaknya dokter-dokter palsu, maka ini adalah upaya kami melindungi masyarakat,” imbuhnya.

Nyaris Akhiri Karier Pemain

Fenomena banyaknya dokteroid mengundang keprihatinan sendiri. Apalagi pada kasus terakhir, dokter gadungan tersebut sempat menukangi beberapa tim sepakbola dalam negeri, bahkan Timnas U-19.

Menanggapi itu, anggota Biro Hukum Pembinan dan Pembelaan Anggota PB IDI Gregorius Yoga Panji Asmara mengungkapkan, memerangi keberadaan dokteroid merupakan tanggung jawab bersama.

“Kesehatan membutuhkan peran dokter yang sungguh dokter, dan keterlibatan masyarakat secara luas. IDI sebagai mitra masyarakat dan bagian dari masyarakat ikut andil juga dalam memerangi ini,” kata Gregorius.

Gregorius menambahkan, dokter di bidang olahraga memiliki peran yang sangat penting. Di antaranya memberikan pelayanan di dalam dan luar rumah sakit, serta proses recovery atau pemulihan. Dokter dalam sebuah tim olahraga, khususnya sepakbola, memiliki peranan penting.

“Kebutuhan tentang kedokteran olahraga menurut paper tahun 2022, yakni mencakup pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan, di dalam rumah sakit, di luar rumah sakit, maupun sifatnya recovery atau pemulihan,” kata Gregorius.

Penjaga gawang Persebaya Ernando Ari Sutaryadi (kanan) didampingi pelatih kiper Benyamin Van Breukelen (tengah) usai pertandingan melawan Bhayangkara Presisi FC di Stadion GBT Surabaya, Minggu (4/2/2024). (Antara/Rizal Hanafi)

Dalam kesempatan yang sama, Gregorius juga menjelaskan data pada turnamen besar, Piala Dunia. Menurut survei dari Piala Dunia sebelumnya, yang paling terjadi adalah terkait musculoskeletal atau otot tulang, kejadian terhadap ini ditemukan satu sampai dua kali kejadian setiap pertandingan.

Keberadaan Elwizan sebagai dokter gadungan nyaris membuat karier penjaga gawang Timnas Indonesia Ernando Ari Sutaryadi tamat. Ia sempat mengalami cedera bahu kiri ketika melakoni pemusatan latihan bersama Timnas U-19.

Kala itu Elwizan Aminuddin tidak menyarankan operasi kepada sang pemain dan hanya meminta Ernando beristirahat. Hal ini rupanya membuat kondisinya kian parah, namun akhirnya naik meja bedah pada 9 Agustus 2020.

Ernando bukan satu-satunya korban dokteroid, Elwizan. Dua penggawa PSS Sleman, Saddam Emiruddin Gaffar dan Rizza Fadilah menderita cedera anterior cruciate ligament (ACL), dan ada pula Leo Saputra yang juga dihantam cedera ACL.

Fenomena dokteroid sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. The New York Times pernah melaporkan, sebanyak 33 orang terjangkit HIV di Distrik Unnao, Uttar Pradesh, India setelah disuntik orang yang mengaku dokter. Di India orang seperti ini disebut jhola chhaap doctor. Dokter abal-abal itu menggunakan satu suntikan untuk banyak orang tanpa membersihkannya.

Sementara di Eropa dan Amerika Serikat, orang dengan tindakan serupa dokteroid dikenal dengan istilah quack atau Quancksalver. Contohnya adalah yang terjadi pada 2016, di Virginia, Amerika Serikat. Malachi Love-Robinson ditangkap dan dipenjara setelah menyelenggarakan praktik dokter tanpa izin.