Bagikan:

JAKARTA – “Maka, liberalisasi yang mesti dihentikan ini, menurut saya, mesti juga diimbangi dengan proporsionalitas kepada mana yang mampu, dan mana yang kurang mampu,” ujar Ganjar Pranowo.

Pernyataan Ganjar Pranowo soal keinginan menghentikan liberalisasi pendidikan ia lontarkan saat debat kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Minggu malam (4/2/2024).

Calon presiden (Capres) nomor urut tiga itu menanggapi pertanyaan Anies Baswedan soal masalah pendidikan tinggi di Indonesia, salah satunya adalah tentang biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang tinggi.

Ketiga calon presiden yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dalam Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Minggu (4/2/2024). (VOI/Bambang E Ros)

Pendidikan merupakan salah satu tema yang dibahas pada debat kelima Pilpres 2024 selain kesejahteraan sosial, kebudayaan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

Debat kelima Pilpres 2024 merupakan debat pamungkas tepat 10 hari sebelum hari pencoblosan pada 14 Februari mendatang.

Dijadikan Komoditas

Pertanyaan Anies Baswedan soal UKT yang tinggi tidak lepas dari isu yang sedang ramai dibahas akhir-akhir ini. Sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) terancam tak bisa melanjutkan kuliah karena masih menunggak biaya UKT. Di tengah situasi tersebut, pihak rektorat memberikan opsi menggunakan jasa pinjaman online (pinjol) untuk melunasi uang kuliah.

Opsi ini tentu saja mengundang reaksi negatif berbagai kalangan, karena dianggap justru memberatkan mahasiswa yang tidak mampu.

Meniadakan liberalisasi pendidikan dianggap sebagai salah upaya agar pendidikan tinggi dapat diakses semua kalangan. Namun, apa yang dimaksud dengan liberalisasi pendidikan?

Kampus Institut Terknologi Bandung, perguruan tinggi negeri yang sedang viral karena melibatkan pinjol untuk pembiayaan kuliah mahasiswa. (ITB)

Mengutip Dirasat Islamiah: Jurnal Kajian Keislaman berjudul Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan karya Iskandar Fellang dari Universitas Islam Makassar, liberalisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyesuaikan pendidikan dengan arus globalisasi. Hal ini berdampak pada komersialisasi pendidikan, yaitu pendidikan dijual dan dijadikan sebuah komoditas untuk meraup keuntungan.

Namun secara umum, liberalisasi pendidikan adalah sistem pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Dalam sistem ini, operasional pendidikan dibiayai secara mandiri oleh penyelenggara yang menyebabkan komersialisasi pendidikan.

Praktik liberalisasi pendidikan memberikan sejumlah dampak negatif, di antaranya pendidikan menjadi semakin mahal dan dianggap barang mewah yang sulit dijangkau masyarakat luas. Selain itu, hal ini juga bisa menyebabkan gap dalam kualitas pendidikan, serta kesempatan memperoleh pendidikan menjadi semakin sempit dan diskriminatif.

Tidak Ada Solusi

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dikatakan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji telah mengubah status perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi badan hukum publik yang otonom atau disebut PTN Badan Hukum (PTNBH).

Dengan demikian, kampus diberikan hak penuh melakukan komersialisasi dalam mengelola pendidikan. Imbasnya, kata Ubaid, mahasiswa yang kurang dan tidak mampu mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan tinggi lantaran besarnya uang kuliah yang ditetapkan pihak kampus.

"Jadi apa saja kegiatan yang berpotensi menghasilan profit, diperbolehkan, termasuk menarik uang per semester dengan jumlah berapa pun juga boleh." ujar Ubaid Matraji.

Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) tahun pelajaran 2022/2023 SMA Negeri 1 Lemahabang. (SMAN 1 Lemahabang)

Menurut sejumlah sumber, praktik liberalisasi pendidikan tidak hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi. Liberalisasi pendidikan juga bisa dilihat dari sekolah yang hanya bisa dinikmati dengan biaya pendidikan yang mahal. Misalnya, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yang hanya dapat dinikmati orang yang mampu secara finansial.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan isi debat Capres tidak menyentuh dan memberi solusi persoalan fundamental pendidikan, termasuk mengenai liberalisasi pendidikan.

Menurut Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri, maraknya pinjol bagi mahasiswa terjadi akibat liberalisasi kampus berbentuk PTN BH.

“Keberadaan PTN-BH masih menjadi penghalang akses pendidikan bagi masyarakat ekonomi lemah. Ini harus dibenahi,” kata Iman.

"Tapi lagi-lagi para Capres tidak menyinggung persoalan mendasar ini dalam debat," ungkap Iman kecewa.