Bagikan:

JAKARTA – Isu soal rencana membubarkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan mengubahnya menjadi koperasi menimbulkan kebingungan banyak pihak. Gagasan ini, jika terealisasi diramalkan akan menambah angka pengangguran, sementara pengamat lain menilai ini sebuah mission impossible.

Wacana pembubaran ini menjadi perhatian masyarakat setelah Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pembubaran korporasi milik negara hanya akan memunculkan pengangguran baru di Indonesia, karena ada 1,6 juta orang merupakan pegawai BUMN.

“Sungguh ironis pandangan seperti itu. Jika ingin dibubarkan dan diganti dengan koperasi, maka sama saja memunculkan pengangguran baru di saat semua orang butuh lapangan pekerjaan,” kata Erick Thohir, mengutip Antara.

Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar saat berkampanye di Lapangan Randuagung, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (3/2/2024). (Antara/Dokumentasi Pribadi)

Pernyataan Erick Thohir ini sebagai respons atas usulan dari Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) yang menyatakan akan mendorong BUMN menjadi badan usaha koperasi.

Pernyataan tersebut diungkapkan tokoh koperasi Indonesia, Suroto PH dalam sebuah diskusi di Rumah Koalisi Perubahan di Jakarta Selatan. Suroto menilai selama ini nasib koperasi di Tanah Air terus dipermainkan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya. Oleh karena itu ia berargumen dengan cara mengkoperasikan BUMN yang ada di Indonesia bisa meningkatkan perekonomian nasional.

Pemikiran yang Irasional

Soal rencana mengganti BUMN menjadi koperasi, meski belakangan dibantah kubu Anies-Cak Imin, mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Pengamat kebijakan publik Universitas, Trisakti Trubus Rahadiansyah berujar rencana membubarkan BUMN menjadi koperasi tidak memiliki alasan kuat.

“Ini tidak mungkin, ini mission impossible. Karena BUMN ini sudah sesuai dengan tupoksinya, dan ada undang-undangnya,” tegas Trubus ketika dihubungi VOI.

“BUMN adalah milik negara yang fungsinya melayani kepentingan publik. Kalau mau diubah menjadi koperasi, jelas ini suatu pemikiran yang irasional,” sambungnya.

Lebih lanjut Trubus mengatakan, koperasi tidak memiliki kepastian hukum bagi perusahaan maupun anggotanya. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga banyak terjadi kasus pelanggaran yang mengatasnamakan lembaga koperasi dan merugikan masyarakat.

Erick Thohir saat menyampaikan orasi dalam acara "Memilih Masa Depan" di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Jakarta, Sabtu (3/2/2024). (Antara/HO-TKN Prabowo-Gibran)

Pembaruan UU Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian juga dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2014, sehingga harus kembali ke peraturan awal. Menurutnya, jangan sampai koperasi nantinya menyediakan jasa simpan pinjam seperti yang pernah terjadi pada KSP Indosurya.

“Koperasi kita tidak punya undang-undang. Koperasi juga sering dimanfaatkan untuk kepentingan simpan pinjam, kan aneh. Seharusnya koperasi untuk menyejahterakan anggotanya, bukan untuk simpan-simpan karena koperasi bukan lembaga keuangan,” tegas dosen Universitas Trisakti ini.

“Jadi intinya BUMN tidak bisa dubah menjadi koperasi, karena koperasi hanya untuk menyejahterakan anggota, sementara BUMN untuk negara,” kata Trubus lagi.

Berpotensi Tambah Pengangguran

Pandangan serupa juga diungkapkan Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. Ia melihat gagasan mengubah BUMN menjadi koperasi bukan suatu langkah yang realistis. Menurut Tauhid BUMN dan koperasi memiliki corak bisnis yang berbeda.

"Jadi, gak bisa juga BUMN itu menjadi koperasi. Saya kira akan sangat tidak mungkin dan tidak rasional, tentu sulit juga diwujudkan, satu hal yang tidak realistis lah begitu ya, BUMN menjadi koperasi," ujar Tauhid.

Dia menuturkan banyak perbedaan antara BUMN dan koperasi. Secara kepemilikan, dijelaskan Tauhid, BUMN merupakan milik negara sementara koperasi dimiliki anggota. Ia juga memandang keduanya memiliki aturan berbeda, yang dapat dilihat dari dasar pembentukan hingga tujuan proses bisnis keduanya.

Sementara itu, Erick Thohir mengatakan pembubaran BUMN berisiko menjadikan sekitar 1,6 juta pegawainya pengangguran dan Trubus Rahadiansyah sepakat dengan hal ini.

Padahal angka pengangguran di Indonesia sudah cukup tinggi, yakni mencapai 7,86 juta orang per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini lebih lebih 0,54 persen dibanding Agustus 2022, yang mencapai 8,42 juta orang.

Meski terus menurun, jumlah dan tangkat pengangguran ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi atau Agustus 2019 yaitu 7,1 juta orang.

“Terkait tenaga kerja, ya pasti akan menimbulkan banyak pengangguran, karena BUMN ini kah mata rantainya banyak,” ucap Erick.