Linda Agum Gumelar: Atasi Stroke, Pemerintah Wajib Libatkan Masyarakat

JAKARTA - Bencana otak atau stroke di Indonesia melanda lebih dari 2,1 juta rakyat usia 15 tahun ke atas. Hal ini menjadi penyebab mati kehidupan. Menurut Linda Agum Gumelar, menagani masalah ini pemerintah harus berkolaborasi dengan masyarakat.

Linda Amalia Gumelar mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak, Kabinet Indonesia Bersatu, mendesak pemerintah wajib kerjasama melibatkan lembaga kemasyarakatan. Tanpa upaya ke arah itu, mustahil bisa karena keterbatasan kemampuan. "Pemerintah harus melibatkan lembaga kemasyarakatan," katanya, Sabtu 20 Januari, di Kantor Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Menara Kuningan, Jl. R. Rasuna Said, Jaksel.

Linda dalam pernyataan siang itu, didampingi jajaran dewan pembina, dewan pengawas Yastroki terdiri dari Prof. Dr. dr Teguh Ranakusuma, Mayjen (Purn) Eddy Rate M., SH, MH, serta Ketua Umum Mayjen (Purn) Dr. dr. Tugas Ratmono, SpN, MARS, MH.

Anggaran Kesehatan

Kementerian Kesehatan mencatat populasi stroke di Indonesia berdasarkan hasil diagnosis dokter pada tahun 2018 total 2.120.362 jiwa.

Pengeluaran untuk biaya pengobatan dan perawatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kes) belakangan ini, setahun naik Rp 1 triliun. Tahun sebelumnya sekitar Rp 2 triliun, menjadi kisaran Rp3 triliun.

Stroke dijelaskan Dr. Tugas, serupa dengan matinya kehidupan. Penderitaan berlangsung menahun. Berisiko kehilangan keleluasaan aktivitas di dalam maupun luar rumah. Bahkan terpaksa diberhentikan sebagai tenaga kerja.

Pencetus serangan stroke antara lain karena stres yang ditandai dengan marah-marah. "Saya kena stroke dipincu sering marah saat bekerja," kata Suhadi, penyintas atau orang yang berhasil keluar dari serangan stroke.

Langkah kaki Suhadi mengalami kekakuan otot. Pengakuan serupa dikemukakan sejumlah penyintas stroke yang lain.

Kehadiran Linda Gumelar berkaitan dengan rangkaian peringatan HUT ke-35 mengangkat tema Yastroki Menuju Indonesia Ramah Stroke.

Kalangan mitra pun hadir dari unsur produsen obat, penyelenggara layanan kesehatan, organisasi profesi kedokteran juga organisasi non pemerintah yang berkolaborasi meminimalisir problem bencana otak atau stroke yakni Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan Indonesia (KREKI), Yayasan Kreshna, dan Yayasan Jakarta Weltevreden.