Drama Miris di Balik Kemudahan Pinjaman Online
JAKARTA - Pinjol atau Pinjaman Online adalah sebuah produk fintech (Financial Technology) dimana peminjam dimudahkan prosesnya dalam proses pengajuan pinjaman karena cukup mengisi data diri di aplikasi, mengupload foto ktp serta foto selfie beserta ktp, dan dalam hitungan menit dana yang akan dipinjam sudah masuk ke rekening kita. Beberapa kemudahan lainnya yang ditawarkan oleh pinjol, terutama pinjol ilegal adalah mereka tidak melakukan BI Checking atau memeriksa kelayakan peminjam apa masuk kedalam daftar hitam karena memiliki tunggakan lain baik pinjaman maupun kartu kredit.
Karena fitur menarik itulah banyak orang tertarik untuk melakukan pinjaman melalui aplikasi pinjol ilegal, meskipun bunga yang ditawarkan oleh pinjol ilegal jauh lebih tinggi dari bank konvensional. Kemudahan-kemudahan tersebut pula yang menyebabkan banyak orang dengan tanpa perhitungan mengambil pinjol ilegal sehingga pada akhirnya banyak yang menunggak pinjaman sampai harus berurusan dengan debt kolektor yang mendatangi kediaman peminjam.
Inilah yang mengakibat pinjol menjadi momok yang meresahkan banyak orang dan menjadi perbincangan banyak pihak. Pinjol tiba-tiba menjadi budaya yang mengharu biru seperti ini dan menciptakan penderitaan banyak orang. Apalagi banyak terjadi kasus bunuh diri akibat persoalan pinjol.
Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) dalam releasenya yang diterima VOI, melaporkan pada tahun 2023 telah 25 orang menjadi korban bunuh diri akibat pinjaman online ilegal dan Bank Emok. Bank Emok adalah istilah Sunda atau nama lain dari rentenir yang memberi pinjaman dengan bunga tinggi, biasa menyasar kalangan ibu-ibu. CFDL juga melaporkan sejumlah 51 orang korban bunuh diri atau percobaan bunuh diri dan menjadi korban pembunuhan yang diakibatkan dampak dan pengaruh pinjol. Data itu mereka peroleh dari riset media selama kurun 2019 hingga akhir 2023 atau selama berlakunya budaya pinjol di masyarakat. Menurut Founder CFDL, Rahman Mangussara dari jumlah itu sebagian korban masih berusia anak-anak dan anak sekolah.
Kasus terakhir yang mereka peroleh 12 Desember 2023, kasus tewasnya seorang pemuda 23 tahun di Kediri. Ia ditemukan temannya telah tergantung di ruang dapur rumahnya dalam kondisi tak bernyawa. Menurut penuturan keluarganya, sebelumnya korban ditemukan gantung diri, yang bersangkutan mengeluhkan masalah pinjaman online, diduga ia mengakhiri hidupnya karena masalah itu.
Menurut Rahman, angka kasus bunuh diri ini sudah sangat mencemaskan dan seharusnya sudah membunyikan alarm tanda bahaya bagi semua pihak, otoritas, pemerintah dan pelaku usaha, untuk segera bertindak mengatasi dan mencegah ini terus berulang.
Untuk mengatasi terjebaknya masyarakat dari pinjaman online dan menangkal bertambahnya kasus bunuh diri, Rahman menyarankan pemerintah dan otoritas berwenang pertama-tama dan terutama membereskan akar masalahnya yakni ekonomi keluarga. Kedua, penegakan hukum yang keras terhadap pinjol ilegal. "Fakta terjadi, bahwa sudah ratusan pinjol ilegal sudah ditutup, tetapi tetap muncul lagi mengindikasikan, disatu sisi mereka tidak jera dan di sisi lain ada permintaan dari masyarakat." ujarnya.
Baca juga:
Pakar Keamanan Siber yang juga Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara, Pratama Persada, mengatakan banyaknya keluhan tersebut antara lain disebabkan rendahnya literasi masyarakat terhadap dasar produk serta layanan keuangan itu sehingga masyarakat belum bisa menyikapi tawaran pinjol ilegal terutama yang berhubungan dengan informasi yang diberikan dan tertera di smartphone masyarakat.
Menurut riset Kata Data jumlah terbesar penghutang pinjol adalah kalangan guru yang mencapai 42 persen diikuti korban PHK, dan ibu rumah tangga. Menurut riset itu, alasan mereka berhutang pinjol ilegal karena berbagai alasan, seperti butuh uang untuk bayar utang, memenuhi kebutuhan mendesak, sampai untuk membeli gadget.
Resiko yang sering mereka hadapi berupa teror debt collector dengan berulang kali di telpon dan whatsapp nya dibanjiri seruan-seruan, dan data diri nasabah juga diancam disebarkan ke publik, rekan-rekannya dan koleganya. Mereka menciptakan rasa malu agar nasabah segera melunasi hutangnya. Tak Sampai disitu mereka yg belum membayar karena kesulitan keuangan, terornya akan terus meningkat mulai dikirimi order fiktif dari aplikasi pemesanan makanan, sehingga kadang menimbulkan pertengkaran antara kurir nasabah karena karena merasa tidak memesan dan harus membayar.
Dadang Wiandana, salah satu korban Pinjol asal Bandung mengaku ditelepon dan teror sehari 20 hingga 50 kali. Dadang mengaku menyesal sekali terlibat dengan pinjol, "Awalnya merasa terbantu tapi kesini-sininya menyengsarakan," ujarnya, saat dialog di salah satu televisi swasta.
Maraknya aksi pinjol terutama pinjol ilegal membuat banyak pihak mempertanyakan peran lembaga dan institusi berwenang dalam hal ini OJK. Menurut Andi Rahmat, mantan anggota DPR RI, yang sempat merancang pembentukan lembaga OJK di DPR. OJK telah diberi wewenang menangani persoalan Keuangan berbasis Teknologi dalam ini Pinjol. Bahkan OJK diberikan weweng sebagai penyelidik dalam kasus Pinjol sehingga OJK bersama satgat lain bisa menyeret pinjol pinjol nakal
Pratama menjelaskan, sebenarnya sudah ada perangkat hukum yang mengatur tentang pinjol ilegal, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengatur bahwa pelaku pinjol ilegal dan pelaku jasa keuangan yang merugikan konsumen dengan sengaja terancam penjara sampai 10 tahun dan didenda Rp1 triliun. Hal tersebut tertuang dalam UU P2SK bagian ketujuh tentang Ketentuan Pidana Terkait Perlindungan Konsumen Pasal 305. Selain itu pelaku pinjol ilegal yang menyebarkan data pribadi dapat dikenakan Pasal 32 ayat (1) UU ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Pemerintah sebenarnya juga telah mengatur dan mengawasi secara ketat pelbagai layanan bisnis pinjol atau yang kerap disebut peer-to-peer lending (P2P Lending) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tidak hanya memberikan izin, OJK bersama AFTECH dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melakukan pembinaan dan penegakan peraturan terhadap aplikasi pinjol di Indonesia. Selain itu OJK juga dibantu anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) yang memiliki kewenangan seperti Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), dan Polisi Republik Indonesia (Polri). Satgas Pasti telah menghentikan atau memblokir 2.288 entitas keuangan ilegal sepanjang 2023. Jumlah tersebut terdiri dari 40 investasi ilegal dan 2.248 pinjaman online (pinjol) ilegal.
Awal tahun ini OJK mengeluarkan aturan terbaru tentang pinjol dan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merinci ketentuan bagi debt collector penyelenggara pinjaman online (pinjol) peer to peer (P2P) lending. Diantaranya mengenai penurunan pengenaan biaya bunga dan biaya lain, juga denda keterlambatan, pinjaman dibatasi tidak boleh lebih dari 3 platform, waktu penagihan juga dibatasi hanya sampai 8 malam, aturan penagihan diperketat, kontak darurat dilarang buat menagih, serta pinjol diwajibkan Asuransi.
Alasan Kebutuhan Pendanaan UMKM
Berkaca dari tujuan semula pembentukan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, menurut Hendrikus Passagi, mantan Direktur pengaturan dan pengawasan financial technology OJK yang tahu mengapa pinjol ini diadakan, pada sekitar tahun 2016. Menurutnya, hal itu diadakan karena pertimbangan, lain telah melalui studi yang panjang dan sangat kompleks waktu itu,
Menurutnya ada tiga pertmibangan, pinjaman berbasis teknologi informasi ini dikembangkan di Indonesia. Antara lain karena fakta masih banyak masyarakat Indonesia yang underbanked atau underserved. Unbanked adalah kelompok masyarakat tidak punya rekening bank atau tidak punya cukup jaminan sehingga kesulitan meminjam uang. Sementara underserve adalah mereka yang punya rekening bank dan punya jaminan jauh lebih dari cukup tapi dia ingin pinjaman mendadak, misal jam 2 subuh dan tidak ada perbankan yang bisa melayani. Juga adanya financial gap, kalau kita lihat dan hitung-hitung dari sisi ekonomi makro kekuatan antara pendanaan dan kekuatan kebutuhan pendanaan di Republik Indonesia ini terjadi gap.
"Padahal diperkirakan Indonesia memiliki UMKM sekitar 50 juta UMKM. Jika sebagian saja sekitar 25 juta UMKM yang punya di rekening membutuhkan pinjaman masing masing Rp 25 juta ke bank diperlukan dana Rp 625 triliun, itu tidak dapat tercukupi dana bank," ujar Hendrikus di acara perbincangan podcast Akbar Faizal, Desember lalu.
Maka ada pemikiran diperlukan kehadiran platform pendanaan berbasis teknologi informasi, agar dana-dana yang ada dari luar seperti di Amerika Serikat di Kutub Utara, Kutub Selatan yang terhubung internet bisa ikut berkontribusi memberi pinjaman kepada pelaku UMKM di tanah air. Jadi dana luar negeri akan mengalir, karena orang tidak akan meminjamkan uang ke ke Indonesia, tambahnya.
Sebenarnya saat awal perkembangan platform pendanaan berbasis teknologi informasi, pihaknya telah melakukan antisipasi dengan memperhitungkan adanya kemungkinan penyelewengan dalam kegiatan itu, meski belum ada aturan hukum soal itu, pihaknya telah membatasi penyelenggara aplikasi pinjol legal hanya boleh mengakses tampilan kamera, microphone dan location kepada nasabahnya. Sementara pinjol ilegal dan fintech waktu itu bisa boleh mengakses Hp secara secara keseluruhan. Jadi semua isi HP nasabah yang biasanya berisi data pribadi bisa diakses. Aturan itu sempat ditentang sesama rekannya di OJK, karena pembatasan itu dianggap menyalahi, karena belum ada aturan hukumnya. Tapi Henrikus berfikir jika tidak diatur pembatasan itu maka sangat bahaya, orang lain bisa menguasai data tersebut.
Kasus itu terjadi sekarang ini.Terutama dengan banyaknya muncul perusahan pinjol ilegal yang kerap lolos dari aturan main. Untuk mengatasi persoalan ini, Hendrikus menyatakan dibutuhkan ketegasan OJK yang memiliki kewenangan menata keberadaaan platform pendanaan berbasis teknologi informasi. "Sebenarnya mudah mengendalikan itu, pinjol-pinjol itu duitnya tidak datang dari langit, tetapi melalui transfer bank.Tinggal perketat saja aturan disininya," ujanya,
Hendrikus menambahkan sebenarnya yang berharga dari bisnis pinjol ini bukan nilai uang dan bisnisnya. Tetapi yang lebih berharga adalah masalah kolekting datanya. Data itu nilainya bisa berharga hingga triliunan. Data itu berkaitan dengan pembacaan habit dan kebiasaan seseorang. Bisa digunakan untuk politik bahkan soal pertahanan sebuah bangsa.