Myanmar Merdeka dari Inggris dalam Sejarah Hari Ini, 4 Januari 1948
JAKARTA – Sejarah hari ini, 76 tahun yang lalu, 4 Januari 1948, Burma (kini: Myanmar) resmi menyandang status sebagai negara merdeka dan bardaulat. Kemerdekaan itu didapat karena seisi Myanmar tak sudi lagi hidup berada di bawah penjajahan Inggris.
Sebelumnya, akses pendidikan terhadap kaum muda membuat pergerakan nasional kian menyala. Pejuang kemerdekaan Myanmar pun bermunculan. Aung San dan U Nu jadi tokohnya. Perjuangan itu membawa seisi Myanmar menentang keras penjajahan.
Pendidikan kerap jadi ‘senjata’ ampuh perlawanan. itulah yang terlihat dalam perjuangan rakyat Myanmar meraih kemerdekaan. Akses pendidikan yang kian terbuka membuat kepekaan kaum muda kian terasah.
Kepekaan itu membuat mereka merasa penjajahan Inggris tak membawa keuntungan. Penjajahan banyak mudarat, ketimbang manfaat. Kelompok pelajar radikal itu menamakan dirinya Thakin pada 1930-an. Aung San dan U Nu jadi tokoh besarnya.
Saban hari ide-ide kemerdekaan dibagikan oleh mereka. Kuasa Inggris yang merugikan rakyat coba ditelanjangi. Kondisi itu membuat penjajah Inggris murka. Kaum muda radikal itu mulai diburu. Aung San yang notabene ayah dari Aung San Suu Kyi dan teman-temannya terpaksa melarikan diri keluar negeri.
Aung San mencoba melarikan diri ke China. Ia merasa bahwa China dapat membantu perjuangan Myanmar meraih kemerdekaan. Dugaan Aung San meleset. Alih-alih mendapatkan bantuan dari China, Aung San justru mengubah siasat dengan berpura-pura mendukung Jepang dalam Perang Pasifik.
Semua itu karena Jepang berhasil menangkap Aung San dan kawan-kawannya ketika di China. Siasat Aung San pun berhasil. Jepang pun mengajak Aung San dan pasukannya, Tentara Kemerdekaan Burma menyerang penjajah Inggris pada 1942.
Inggris mampu diusir dan Jepang jadi penjajah baru. Aung San lalu memainkan siasat kembali supaya tak perlu berkeringat atau berkorban banyak nyawa. Jepang yang mulai kalah dalam Perang Pasifik jadi alasan Aung San pura-pura mendekat ke Inggris supaya melawan Jepang. Siasat itu membawa hasil. Sekalipun Inggris coba menjajah Myanmar kali kedua.
“Pendudukan Jepang membawa nasionalisme Burma ke panggung baru yang terbilang penting. Pada 1930-an sekelompok pelajar radikal yang menyebut dirinya Thakin, melarikan diri ke China karena takut ditangkap pihak kolonial. Di sana mereka bertemu agen-agen Jepang yang menyakinkan mereka untuk membentuk Burma Independence Army (Tentara Kemerdekaan Burma).”
“Mengusung nama 30 Kamerad, para pemuda ini berangkat ke Jepang dan mendapat pelatihan dalam bidang intelejen, strategi militer, organisasi politik dan perang gerilya. Pemimpin mereka Thakin Aung San secara diam-diam meninggalkan Burma pada 1940, berharap bisa mendapatkan bantuan dari Komunis China. Namun, ia ditangkap Jepang di Amoy (Xiamen) dan karena tidak punya pilihan lain, ia terpaksa bekerja sama dengan Jepang walaupun ia sendiri pada dasarnya tak menyukai fasisme gaya Jepang,” terang Sejarawan M.C. Ricklefs dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013).
Penjajahan Inggris kali kedua sudah terasa sulit di Myanmar. Rakyat Myanmar mulai bangkit melawan Inggris. Apalagi, pergerakan Aung San yang kian hari mengancam penjajahan Inggris. Seisi Myanmar sudah paham bahwa merdeka adalah jalan terbaik dibanding dijajah Inggris.
Puncaknya, Aung San berhasil memaksa Inggris menuju meja perundingan pada 1947. Kondisi itu membuat Myanmar menang besar. Inggris berhasil ditekan sehingga bersedia mengakui kemerdekan Myanmar.
Baca juga:
Kemerdekaan Myanmar pun dikenal luas terjadi pada 4 Januari 1948. Sekalipun Aung San telah tiada. U Nu kemudian melanjut misi Aung San membangun Myanmar sebagai negara baru.
“Pada bulan Juli Aung San dan sebagian besar anggota kabinetnya dibunuh oleh orang-orang bersenjata yang dikirim olehnya U Saw, mantan perdana menteri era Inggris dan sekarang seorang konservatif. U Nu kemudian bergerak membentuk kabinet baru. Sebuah konstitusi baru dibuat, dan pada 4 Januari 1948, Burma menjadi republik yang berdaulat dan merdeka,” tertulis dalam laman Britannica.