RI Berharap Tak Ada Lagi Anggota DK PBB Veto Resolusi tentang Gaza
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berharap tidak ada lagi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang memveto rancangan resolusi tentang gencatan senjata di Jalur Gaza.
Konflik antara Israel dan Palestina di Gaza dia bahas dalam tiga pertemuan terpisah, masing-masing dengan Menlu Tunisia Nabil Ammar, Presiden Tunisia Kais Saied, serta Perdana Menteri Tunisia Ahmed Hachani di Tunis pada Kamis (21/12).
Retno mengatakan Indonesia dan Tunisia sepakat terus bekerja sama untuk membela keadilan dan kemanusiaan bagi rakyat Palestina.
“Kita juga berharap bahwa Dewan Keamanan PBB dapat segera mengadopsi Resolusi di New York dalam waktu dekat," ujarnya ketika menyampaikan keterangan pers secara daring terkait kunjungannya ke Tunisia dilansir ANTARA, Jumat, 22 Desember.
"Dan tidak ada lagi veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB,” kata Retno, menegaskan.
Menlu Retno mengatakan dirinya mengikuti dari dekat negosiasi yang dilakukan di New York dan terus melakukan komunikasi dengan Duta Besar RI untuk PBB di New York.
“Semakin lama Dewan Keamanan PBB tidak dapat membuat keputusan, maka semakin menderita rakyat sipil di Gaza,” tutur dia.
Retno kembali menekankan pentingnya gencatan senjata segera, mengingat semakin banyak warga sipil tewas di Gaza maupun di Tepi Barat.
“Kekejaman Israel harus dihentikan. Gencatan senjata sangat diperlukan. Tanpa gencatan senjata, akan sulit untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang mencukupi, yang lebih dapat diprediksi dan berkelanjutan,” kata dia.
Ia kemudian menegaskan bahwa bahkan dalam perang ada aturan dan hukum yang harus dihormati.
“Indonesia tidak akan berhenti untuk membela keadilan dan kemanusiaan bagi rakyat Palestina. Dan Tunisia memiliki pandangan yang sama,” tutur dia.
Kantor presiden Amerika Serikat, Gedung Putih, pada Kamis mengatakan sejumlah negosiator "secara aktif bekerja" dengan mitra internasional di DK PBB agar resolusi bisa disahkan guna mengatasi bencana kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza.
Rancangan resolusi itu berisi seruan bagi "penghentian segera" permusuhan di daerah kantong pantai yang terkepung itu untuk memudahkan pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, pemungutan suara atas resolusi itu telah tertunda di dewan selama lebih dari sepekan.
AS telah menggunakan hak veto hingga mengakibatkan dua rancangan sebelumnya, yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza, tidak berhasil disahkan oleh DK PBB.
Presiden AS Joe Biden terus menentang gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa langkah itu hanya akan menguntungkan kelompok pejuang Hamas Palestina.
AS, yang merupakan anggota permanen, DK PBB, mengeluarkan veto terakhirnya terhadap resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan pada 8 Desember.
Baca juga:
- Tak Lengkap, Berkas Firli Bahuri Dikembalikan Kejati DKI ke Polda Metro
- MAKI Minta Putusan Sidang Kode Etik Firli Bahuri Sebelum Terbit Keppres
- Mahfud Ingin Sampaikan Gagasan Bukan Menyerang Lawan Saat Debat Cawapres
- Ketum MUI Minta Kata "Amin" dalam Salat Tidak Dipolitisasi, Polemik Candaan Zulhas Diminta Diakhiri
Majelis Umum PBB, yakni forum yang di dalamnya AS tidak memiliki hak veto, kemudian dengan cepat membahas masalah tersebut empat hari kemudian.
Di forum itu, sebagian besar negara anggota Majelis Umum PBB mendukung resolusi yang tidak mengikat tersebut.
Salah satu poin penting dalam rancangan resolusi yang sedang dipertimbangkan di Dewan Keamanan adalah pembentukan mekanisme PBB untuk memantau pengiriman bantuan, dan apakah mekanisme tersebut harus independen dari Israel dan Hamas.