Kaleidoskop 2023: Polemik Perubahan Nama Twitter Hingga Stiker Rasisme Terhadap Palestina di WhatsApp

 

JAKARTA – Tahun 2023 merupakan tahun meredanya pandemi Covid-19, angka pengguna media sosial masih meningkat secara global. Dari data Kepiospemerhati tren digital, pertumbuhannya mencapai 4,5 persen.

Per Oktober tahun ini, lebih dari 4,9 miliar manusia atau sekitar 61,4 persen dari populasi global telah menggunakan sosial media. Angka ini menunjukkan bahwa pengguna media sosial memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan setiap platform.

Terlepas dari pembaruannya yang mengutamakan pengguna, banyak media sosial yang dikecam pada tahun ini karena berbagai masalah, mulai dari perubahan nama platform, kelahiran platform baru, hingga fitur penting yang dihapus pemerintah.

Beberapa kontroversi media sosial yang sempat menghebohkan jagat dunia maya ini telah VOI rangkum menjadi satu. Berikut ini merupakan lima kontroversi yang paling banyak diperdebatkan di sepanjang tahun 2023.

  1. Threads Lahir di Tengah Polemik Twitter

Sekitar bulan April, Twitter memantik kemarahan penggunanya karena kebijakan centang biru yang diubah. Dulu, pemilik centang biru hanyalah akun-akun politikus, artis, label, atau akun besar berpengaruh lainnya. Namun, sejak awal April, kebijakan ini berganti.

Seluruh pengguna Twitter bisa memiliki centang biru hanya dengan membayar. Kebijakan ini membuat mayoritas pengguna Twitter ingin pergi meninggalkan aplikasi tersebut. Di tengah situasi Twitter yang semakin memanas, Meta memperkenalkan Threads.

Saat lahir pada 5 Juli, aplikasi ini banyak diserbu pengguna Twitter. Mereka sangat antusias dengan kehadiran Threads hingga aplikasi itu memecahkan rekor dengan 100 juta unduhan dalam waktu yang sangat singkat.

Meski Threads sempat mendapatkan banyak perhatian di awal, aplikasi ini mulai ditinggalkan karena user interface (UI) yang kurang. Pengguna Twitter yang bermigrasi menyadari bahwa UI dan fitur Threads belum bisa mengejar Twitter.

Dari data Similarweb, pengguna aktif harian di Threads turun dari 49 juta menjadi 23,6 juta hanya dalam seminggu. Hal ini sangat wajar karena fiturnya yang masih tertinggal. Namun, Threads merupakan aplikasi yang cepat dalam berkembang.

Berkat banyaknya pembaruan mulai dari notifikasi, tag topik berupa hyperlink, re-post, dan berbagai fitur baru lainnya, angka pengguna aktif Threads akhirnya bertambah. Pada Oktober lalu, Threads berhasil mencapai 73 juta pengguna aktif.

  1. Elon Musk Makin Dibenci karena Mengganti Nama Twitter

Sejak mengambil alih Twitter, Elon Musk mendapatkan banyak kecaman karena perombakan kebijakan yang tidak terduga. Pemilik Tesla itu mulai menghadirkan sistem berbayar, mengubah kegunaan centang biru, hingga membatasi tweet per hari.

Puncak kemarahan pengguna muncul karena Musk mengganti nama dan logo Twitter. Sejak muncul pada tahun 2006, Twitter identik dengan logo burung berwarna biru, tetapi Musk menggantinya dengan huruf X yang penuh dengan warna hitam.

Setelah diganti pada Agustus tahun ini, ketertarikan Musk dengan huruf X dan warna hitam menciptakan sejumlah masalah. Platform X dinilai telah melanggar kebijakan App Store karena aplikasi di toko digital itu minimal harus menggunakan dua huruf.

Awalnya, aplikasi ini tidak muncul di App Store. Namun, tampaknya X telah membuat kesepakatan khusus karena berhasil muncul kembali di App Store. Akibatnya, banyak developer yang marah karena App Store telah melanggar kebijakan yang mereka buat.

Selain mendapatkan cacian dari para developer, X Corp digugat oleh sejumlah perusahaan. Ada ratusan merek dagang yang menggunakan huruf X di dalamnya, tetapi Musk menyingkirkan seluruh aplikasi itu dalam sekejap.

Sekarang, setiap orang yang mencari atau memikirkan X akan langsung mengacu ke Twitter. Hal ini menjadi permasalahan X Social Media, layanan periklanan untuk firma hukum, karena mereka tidak ada hubungannya dengan platform X.

  1. Fitur TikTok Shop Dihapus di Indonesia

Pada tahun 2021, TikTok memperkenalkan salah satu fitur yang dianggap membantu banyak pelaku Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM), yaitu TikTok Shop. Selain membantu penjual, fitur ini memudahkan pengguna dalam membeli barang di media sosial.

Setelah dua tahun berjalan, TikTok terpaksa mencabut fitur Shop karena aturan terbaru dari pemerintah Indonesia. Dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, media sosial tidak boleh merangkap sebagai e-commerce.

Penutupan TikTok Shop mendapat kecaman dari banyak pihak, baik para selebritas, pelaku UMKM, hingga para pengguna aktif fitur tersebut. Sejak dirilis, fitur ini berhasil menambah lapangan pekerjaan sehingga penutupan TikTok Shop menjadi perhatian publik.

Meski fitur ini telah ditutup pada Oktober lalu, TikTok terus berusaha menghadirkan kembali fitur andalannya. Pada Senin, 11 Desember lalu, TikTok resmi mengumumkan bahwa mereka telah menjadi mitra dari PT GoTo Gojek Tokopedia.

Dengan investasi mencapai 1,5 miliar dolar AS, TikTok Shop akan beroperasi di bawah kendali PT Tokopedia. TikTok Shop telah dirilis secara perdana pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12 Desember dengan pengawasan langsung dari kementerian dan lembaga terkait.

  1. WhatsApp Panen Kecaman Karena Stiker Palestina

Di tengah panasnya perang Hamas dan Israel, WhatsApp mendapatkan kecaman dari publik karena stiker berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang menampilkan gambar anak laki-laki dan pria bersenjata saat mencari kata Palestina.

Stiker ini ditemukan pertama kali oleh The Guardian. Saat pengguna mengetikkan keyword bocah muslim Palestina, WhatsApp akan memperlihatkan empat gambar anak-anak yang memegang senapan AK-47.

Namun, saat pengguna mencari keyword bocah Israel atau hanya Israel, WhatsApp akan menampilkan anak-anak biasa yang bermain bola atau membaca. Atas perbandingan ini, WhatsApp mendapatkan banyak kecaman hingga Meta dituduh berpihak pada Israel.

  1. Konten Antisemitisme Bikin Pengiklan di X Kabur

Lebih dari 100 merek dan kandidat politik telah menghentikan iklan mereka di platform X setelah Media Matters for America (MMFA), organisasi nonprofit, membagikan hasil penelitian atas tampilan iklan di aplikasi tersebut.

Menurut temuan MMFA, X menempatkan iklan dari perusahaan besar di samping konten antisemitisme yang mendukung gerakan Nazi dan mempromosikan Hitler. Beberapa iklan yang ditemukan MMFA merupakan iklan merek Apple, IBM, Xfinity, hingga Oracle.

Atas mundurnya ratusan pengiklan hanya dalam waktu beberapa hari, Elon Musk langsung mengajukan gugatan pada Senin, 20 November lalu. Menurut temuan Musk dan timnya, MMFA telah memanipulasi user experience (UI) terkait tata letak iklan tersebut.

Sejauh ini, perusahaan besar yang telah menghentikan iklan adalah Apple, Warner Bros. Discovery, IBM, Comcast, Ubisoft, Airbnb, Uber, dan Coca-Cola. Masih banyak perusahaan lain yang menghentikan iklan mereka, termasuk Disney.

Setelah para pengiklan ini mundur, Musk sempat mengatakan di salah satu acara bahwa tindakan seluruh perusahaan ini bisa merugikan platform X. Tak hanya merugikan, platform X bisa bangkrut dan hilang dari peradaban.

Ucapan Musk ini mungkin benar. Berdasarkan perkiraan New York Times, ratusan pengiklan yang mundur membuat platform X kehilangan 75 juta dolar AS atau sekitar Rp1,1 triliun. Jika angka ini terus bertambah, X mungkin akan tutup usia.