Urgensi dan Realisasi Anggaran Dana Desa Rp5 Miliar per Tahun Layak Dipertanyakan
JAKARTA – Gagasan penambahan dana desa menjadi Rp5 miliar dianggap terlalu populis dan masih diragukan manfaatnya, menurut seorang ekonom. Namun di satu sisi wacana ini juga dinilai bisa saja meningkatkan produktivitas di desa.
Gagasan menaikkan dana desa menjadi Rp5 miliar merupakan janji calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar jika ia memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Kalau saya nanti sama Mas Anies menang InsyaAllah akan ada perubahan drastis di dalam pengelolaan-pengelolaan aset dan kekayaan negara bagi percepatan kemakmuran negara. Tahun 2023 berhasil Rp2 miliar, InsyaAllah 2024 tiap desa bisa sampai Rp5 miliar per desa,” kata pria yang akrab disapa Cak Imin ini saat memberikan sambutan dalam acara silaturahmi bersama Kiai dan Bu Nyai se-Jawa Tengah Bagian Barat di Ponpes Al-Aqobah Tebuireng, Jawa Timur, 10 September lalu.
Muhaimin Iskandar yakin Indonesia memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berlimpah. Karenanya, dana Rp5 miliar tidak berlebihan untuk memajukan ekonomi desa.
Program Cak Imin memberikan dana desa hingga Rp5 milar, dari sebelumnya Rp2 miliar, tentu menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Dari sudut pandang ekonom, janji Cak Imin ini agak sulit terealisasi, berpotensi terjadi kebocoran dana, dan belum tentu manfaatnya dirasakan masyarakat desa.
Namun sudut pandang politik, mengumbar janji manis untuk menarik atensi pemilih adalah hal biasa. Toh, saat sudah terpilih gagasan-gagasan tersebut bisa ditagih oleh rakyat.
Tidak Rasional
Wacana penambahan dana desa menjadi Rp5 miliar per desa di tahun 2024 sebenarnya sudah diungkapkan Muhaimin Iskandar saat ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra). Kesuksesan mayoritas kepala desa (kades) dalam mengelola dana desa melatarbelakangi gagasan Cak Imin tersebut.
Cak Imin tidak menutup mata soal potensi penyelewengan dana, namun menurutnya dengan menaikkan dana desa dapat menjadikan Indonesia lebih cepat maju.
Pria kelahiran 24 September 1966 ini mengatakan sudah saatnya strategi pembangunan nasional diubah dari yang sebelumnya dari atas (top down) menjadi dari bawah (bottom up) atau dari desa. Ia juga optmistis dana desa Rp5 miliar per desa akan memasifkan pembangunan bukan hanya di setiap desa, tapi juga skala nasional.
Lalu pada awal November silam, Dewan Pengurus Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Mereka mengusulkan anggaran dana desa dinaikkan menjadi Rp5 miliar per desa per tahun.
Bak gayung bersambut, gagasan tersebut diamini oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar yang merupakan kakak kandung Muhaimin Iskandar. Ia yakin dana desa Rp5 miliar per tahun akan dikabulkan pemerintah demi menciptakan desa yang mandiri.
Wacana super mewah ini menarik atensi banyak pihak, termasuk Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Arifin Abdul Majid yang menyambut positif. Tapi di satu sisi ia juga realistis karena dana yang dibutuhkan sangat besar.
"Kami menyambut baik kalau memang betul dana desa naik menjadi Rp5 miliar per tahun. Dengan kenaikan dana desa, maka nilai peningkatan kinerja, serta pembangunan di desa juga akan semakin besar,” kata Arifin kepada VOI.
“Lalu saya hitung-hitung ke profesional, dana rasionalnya dari mana?” imbuhnya.
Di tahun sebelumnya, Arifin menuturkan dari APBN disediakan dana Rp73 tirliun untuk sekitar 74 ribu desa yang tersebar di seluruh Indonesia. Artinya, dana desa rata-rata sekitar Rp1 miliar per tahun. Anggaran untuk dana desa akan melonjak drastis hingga Rp400 triliun jika dinaikkan menjadi Rp5 miliar per desa per tahun.
“Nilai rasionalnya, dana ini dari mana? Sementara 2024 kan ada dana untuk Pemilu? Dana mana yang harus diambil untuk dana desa yang kurang sekitar Rp350 triliun lagi?” jelas Arifin.
“Yang bagian ini kami kurang paham. Karena melihat angkanya sangat luar biasa, tapi tidak rasional. Berarti kan naiknya hampir 500 persen,” Arifin menambahkan.
Baca juga:
- Belajar dari COVID-19 untuk Waspadai Penyusup dari China, Mycoplasma Pneumonia
- Pantauan Netray: Polemik Keriuhan Warganet soal Isu Rasial dan Kehadiran Ganjar Pranowo di Final MasterChef Indonesiaa
- Sederet Tantangan dalam Penyebaran Nyamuk Wolbachia
- Peringati Hari AIDS Sedunia: Peran Besar Masyarakat Diperlukan untuk Turunkan Jumlah Penderita
Gagasan dana desa naik menjadi Rp5 miliar per desa per tahun mencuat di tahun politik, menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan diusung oleh salah satu kontestan, yaitu Muhaimin Iskandar.
Arifin tidak menampik adanya peluang bahwa wacana ini merupakan bagian dari strategi politik. Tapi ia sangat berharap gagasan dana desa Rp5 miliar ini terealiasi alias bukan hanya janji-janji semata.
“Kalau mau dikaitkan dengan pemilu, ya kemungkinan itu ada saja karena memang sekarang tahun politik. Kalau ini menjadi taktik dari salah satu pasangan atau parpol menurut saya sah-sah saja,” katanya.
“Tapi rasionalnya kekejar enggak? Jangan sampai selesai Pemilu ternyata hanya rencana."
Terlalu Populis
Terlalu populis. Demikian diungkapkan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira ketika diminta opininya mengenai gagasan dana desa Rp5 miliar yang diungkapkan Muhaimin Iskandar.
Bhima membeberkan sejumlah alasan mengapa penambahan dana desa masih belum dibutuhkan. Pertama, tidak semua desa saat ini mampu menyerap dana desa secara optimal. Bahkan dana desa yang underspent atau belum terealisasi 100 persen di 2022 masih ada.
“Kalau ditambah anggaran lagi khawatir kualitas belanja jadi rendah dan aparatur desa dipaksa menghabiskan anggaran untuk program yang tidak dibutuhkan masyarakat,” kata Bhima ketika dihubungi VOI.
“Ya sebaiknya di cek lagi efektivitas program dana desa dan sebisa mungkin dilakukan penajaman dan realokasi dana ketimbang menambah dana desa,” imbuhnya.
Alasan kedua mengapa penambahan dana desa belum dibutuhkan karena menurut Bhima pengawasan dana desa masih jauh dari sempurna. Ia khawatir penambahan anggaran justru bisa memicu korupsi yang masif dana desa. Sepanjang 2022 korupsi paling banyak ada di tingkat desa.
Terakhir, Bhima melihat besarnya tantangan kondisi fiskal ke depan. Tantangan tersebut dimulai dari kenaikan beban biaya birokrasi pemerintah, termasuk belanja pegawai dan barang, belanja bunga utang hingga belanja subsidi.
“Penambahan dana desa ikut memperlebar skenario defisit anggaran,” jelas Bhima.
“Jadi jangan hanya populis karena mau Pemilu lalu janji menaikkan dana desa nanti minim efektivitas dan pengawasan, bisa bocor ke sana-sini dan masyarakat desa belum tentu dapat manfaatnya,” Bhima menambahkan.
Menagih Janji Usai Terpilih
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Andriadi Achmad mengatakan, gagasan dana desa menjadi Rp5 miliar memang tak bisa dimungkiri sebagai salah satu cara pasangan nomor 1 merebut suara publik menjelang Pilpres 2024 pada 14 Februari.
Janji-janji manis yang diungkap para Capres sepanjang masa kampanye adalah hal biasa. Andriadi menyebut gagasan tersebut pastinya sudah dihitung dan dikaji oleh tim sukses pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Pada praktiknya, publik tinggal menagih janji-janji yang sudah diumbar di masa kampanye ini.
“Ini adalah salah satu cara mengkapitalisasi suara dari desa,” terang Andriadi saat dihubungi VOI.
“Apa pun yang sudah dikeluarkan oleh para Capres pasti dicatat oleh publik dan nanti tinggal ditagih saat sudah terpilih,” Andriadi menambahkan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, alokasi dana desa tahun ini sebesar Rp70 triliun. Dana tersebut dialokasikan untuk 74.954 desa di Tanah Air. Besaran dana desa yang diterima masing-masing desa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 201 Tahun 2022.
Dari lampiran dokumen PMK Nomor 201 Tahun 2022, dana desa terendah yang diterima setiap desa berada di kisaran Rp500 juta. Namun ada juga desa yang mendapat dana di atas Rp2 miliar. Sebagai contoh adalah Desa Sukaraya dengan alokasi Rp2,33 miliar dan Desa Babelan Kota Rp2,26 miliar. Keduanya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.