Gazalba Saleh Kembali Ditahan KPK Terkait Kasus TPPU dan Gratifikasi Urusi Kasasi Edhy Prabowo
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh (GS). Dia kini terjerat dugaan penerimaan gratifikasi pengurusan kasasi, salah satunya dari eks Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo.
Diketahui, ini merupakan kasus kedua Gazalba di komisi antirasuah. Ia sebelumnya sudah ditahan di kasus suap pengurusan perkara tapi memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Tim penyidik menahan Tersangka GS untuk 20 hari pertama mulai 30 November 2023 sampai dengan 19 Desember 2023 di Rutan KPK,” kata Direktur Penindakan KPK Asep Guntur dalam konferenis pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 30 November.
Dalam kasus ini, Gazalba diduga turut mengondisikan putusan kasasi Rennier Abdul Rahman Latief dan Peninjauan Kembali terpidana Jafar Abdul Gaffar. Praktik lancung ini dilakukan sejak dia menjabat pada 2018.
“Untuk perkara yang pernah disidangkan dan diputus GS, terdapat pengondisian terkait amar isi putusan yang mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA,” ungkap Asep.
“Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi diantaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terrakwa Edhy Prabowo dan Rennier Abdul Rahman Latief serta peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar,” sambungnya.
Baca juga:
- Firli Belum Bereskan Ruang Kerjanya Meski Diberhentikan Sementara Gara-gara Jadi Tersangka Pemerasan
- Kapolresta Banjarmasin Ultimatum Bawahannya Jangan Jadi Narasumber Parpol-Relawan Pemilu 2024
- Ini Jadwal Debat Capres-Cawapres 2024, Digelar 5 Kali Mulai 12 Desember
- Pilih Contract Farming Daripada Lanjutkan Food Estate, Anies: Pemerintah Mempersiapkan Regulasinya
Asep menyebut duit yang ditemukan mencapai Rp15 miliar. Penerimaan gratifikasi ini dilakukan hingga 2022.
Setelah dia menerima duit, Gazalba diduga membeli aset bernilai ekonomis. Sehingga dia dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Aset yang diduga berasal dari penerimaan gratifikasi itu berupa satu unit rumah seharga Rp7,6 miliar yang dibeli secara tunai di sebuah cluster di kawasan Cibubur, Jawa Timur. Kemudian, Gazalba juga membeli satu bidang tanah beserta bangunan diwilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan dengan harga Rp5 miliar.
“Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah,” jelas Asep.
Adapun penerimaan gratifikasi ini tak pernah dilaporkan Gazalba ke KPK. Padahal, setiap penyelenggara negara harus melaporkan dalam waktu 30 hari kerja.
Akibat perbuatannya Gazalba kemudian disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.