Desak Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Dirjen WHO: Ini Masalah Hidup atau Mati Warga Sipil

JAKARTA - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kepadatan penduduk yang diikuti dengan kurangnya makanan, air, sanitasi hingga kebersihan dasar mempercepat penyebaran penyakit di Jalur Gaza, Palestina.

Dalam sebuah unggahan di media sosial X, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, kurangnya infrastruktur yang berfungsi atau akses terhadap obat-obatan telah mengakibatkan peningkatan jumlah infeksi di antara sekitar 1,3 juta orang yang mengungsi di Gaza.

Menurut Ghebreyesus, lebih dari 110.000 orang menderita infeksi pernafasan akut, lebih dari 70.000 orang menderita diare pada tingkat tertentu dan ribuan orang menderita penyakit lain termasuk kudis, kutu, ruam kulit, impetigo, cacar air dan penyakit kuning.

Tedros menyerukan gencatan senjata permanen dan memperingatkan, kondisi saat ini di wilayah tersebut meningkatkan risiko wabah penyakit.

"Kita membutuhkan gencatan senjata yang berkelanjutan. Sekarang. Ini masalah hidup atau mati bagi warga sipil," kata Tedros, melansir CNN 29 November.

Diberitakan sebelumnya, juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan, jumlah mereka yang meninggal akibat penyakit di Gaza dapat lebih banyak dibandingkan akibat bom, kecuali layanan kesehatan di wilayah kantong yang terdampak konflik Hamas Israel itu dipulihkan.

"Pada akhirnya kita akan melihat lebih banyak orang meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman, jika kita tidak dapat memulihkan sistem kesehatan ini," kata Margaret Harris, melansir The National News.

Dia menggambarkan, runtuhnya Rumah Sakit Al Shifa di Gaza utara sebagai sebuah "tragedi" dan menyuarakan keprihatinan tentang penahanan beberapa staf medisnya oleh pasukan Israel.

Rumah sakit tersebut dikepung dan kemudian diserbu oleh militer Israel, yang mengklaim bahwa militan Hamas menggunakannya sebagai markas. Hal ini dibantah oleh pejabat rumah sakit.

Para pejabat mengatakan ratusan orang tewas di rumah sakit tersebut. Sedangkan sebagian besar staf, pasien, dan pengungsi di rumah sakit diminta untuk pergi.