Atasi Perubahan Iklim, Sri Mulyani Ungkap Perlu Rencana Pembiayaan Konkret
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil dengan angka kemiskinan yang terus menurun.
Namun, Sri Mulyani berpendapat bahwa bagaimana meningkatkan kesejahteraan tanpa merusak bumi akibat isu perubahan iklim, geopolitik, hingga digitalisasi merupakan tantangan yang menjadi perhatian pemerintah saat ini.
“Perubahan iklim adalah persoalan. Bagaimana kita bisa bekerja bersama, khususnya antar generasi ke generasi,” ungkapnya dalam keterangan resminya, Selasa 28 November.
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa pengentasan masalah iklim memerlukan rencana pembiayaan yang kongkrit. Dalam hal ini, selain pembiayaan dari pemerintah pusat, belanja negara melalui pemerintah daerah juga memegang peran penting.
“Kita melakukan berbagai Instrumen kebijakan dan motivasi kepada local government. Kita menggunakan instrumen seperti di Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, Dana Bagi Hasil (DBH) dan berbagai instrumen untuk memotivasi daerah memainstreamkan climate change,” jelasnya.
Untuk memenuhi hal itu, pemerintah tengah mengembangkan sejumlah instrumen fiskal dan keuangan untuk menangani perubahan iklim. Salah satunya dalam bentuk instrumen green bond yang dikombinasikan dengan SUKUK atau obligasi berbasis syariah.
Sejak 2018, Indonesia telah menerbitkan sejumlah 5 miliar dolar AS SUKUK Green Bond secara global. Sementara di dalam negeri, pemerintah juga memperkenalkan SUKUK ritel-domestic green yang penerbitannya mencapai Rp21,8 triliun. Sri Mulyani menjelaskan bahwa berbagai instrumen tersebut terbukti sukses menurunkan emisi Indonesia.
"Peluncuran instrumen ini secara akuntabel menjelaskan instrumen green related dengan penurunan emisi. Total 5,7 juta ton Co2 pada 2018, 3,2 juta juta ton Co2 pada 2019, 1,4 juta ton Co2 pada 2020, dan 222.647 juta ton Co2 pada 2022. Ini semua tidak berdasarkan hitungan kita sendiri, tapi diaudit lembaga kredibel," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga mengadakan kerjasama pendanaan terintegrasi yang mendukung pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia yakni SDG Indonesia One.
Baca juga:
Sementara upaya lainnya, Indonesia sudah mendapat dukungan keuangan dari sejumlah negara atau green climate fund (GCF) untuk melaksanakan berbagai proyek transisi energi. Berdasarkan data GCF Financial Instrument, terdapat total 486 juta dolar AS anggaran yang sudah masuk di Indonesia yang terbagi dalam 23 persen bersifat ekuitas, 26 persen bersifat dana pinjaman, dan 35 persen bersifat dana hibah.
“Untuk itu, kami akan terus bekerja sama dan membuka diri. Karena climate agenda without financing hanya akan menjadi agenda, hanya akan menjadi dream. Financing is one of the most critical element dari climate agenda,” tandasnya.