Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pentingnya koordinasi dan kerja sama global untuk mengatasi tantangan ekonomi dan perubahan iklim pada Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Brasil.

"Pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan," ujarnya dalam keterangan resminya, Senin, 29 Juli.

Dalam rangkaian agenda utama G20 FMCBG Brazil, Sri Mulyani menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan moneter, dan pemilu global telah meningkatkan volatilitas pasar dan memperlambat investasi.

Terkait dengan pembangunan berkelanjutan, Sri Mulyani menyampaikan, Indonesia akan memperkuat kerangka pembiayaan keanekaragaman hayati nasional dan menutup kesenjangan pembiayaan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Disamping itu, Indonesia juga menyambut baik diskusi tentang penerapan utang untuk iklim (debt for climate swap) guna membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.

Adapun saat ini, Indonesia telah berhasil menerapkannya dengan menandatangani pertukaran utang untuk alam senilai 35 juta dolar AS pada tanggal 3 Juli 2024 lalu untuk melindungi ekosistem terumbu karang Indonesia.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya kerja sama global untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi dan iklim yang semakin kompleks.

Menurut Sri Mulyani diperlukan strategi terintegrasi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak.

“Tantangan terbesar kita adalah penggunaan energi dan lahan hutan yang paling mahal dalam pembiayaan. Kita perlu terus membangun proyek-proyek energi, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah,” tegasnya.

Sri Mulyani Indrawati menyoroti pentingnya mencapai kesepakatan pada Pilar Satu untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar. Gagalnya pencapaian kesepakatan multilateral dapat menyebabkan tindakan unilateral yang berpotensi mengakibatkan pajak berganda dan merugikan ekonomi global.

“Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan, serta pentingnya kerjasama internasional dalam pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi,” tuturnya.

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa pentingnya reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs) merupakan suatu keharusan, agar tetap relevan dan efektif dalam mendukung para anggotanya termasuk untuk kebutuhan implementasi Kerangka Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Frameowerk (CAF) yang lebih besar, baik, dan efektif.

Selain itu, Sri Mulyani juga sangat mendorong dan mendukung koordinasi dan integrasi kebijakan dan proses pengadaan di seluruh MDBs, serta menyederhanakan proses dukungan pendanaan.

"MDBs juga harus meningkatkan representasi negara-negara berkembang termasuk dalam hal keterwakilan staf yang akan berperan penting untuk implementasi proyek yang lebih efektif dan memberikan wawasan tentang konteks dan budaya lokal," jelasnya.