JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan perubahan iklim (climate change) merupakan tantangan global yang luar biasa rumit tetapi memiliki pengaruh yang sangat nyata bagi kehidupan, termasuk ke sektor perekonomian.
“Kunci yang sangat penting di dalam menerjemahkan komitmen menjadi aksi nyata adalah financing (pembiayaan) dan teknologi,” ujarnya ketika berbicara dalam forum diskusi yang diselenggarakan Tempo, Selasa, 14 Desember.
Menurut Menkeu, action yang kini dilakukan oleh kelompok kerja menteri keuangan dunia adalah dengan mendesain Energy Transition Mechanism (ETM).
“Semua negara yang pasti akan makin membangun, pasti membutuhkan energi atau listrik yang makin banyak. Namun bagaimana kebutuhan energi yang makin tinggi tidak disertai dengan emisi CO2 yang makin tinggi atau buruk, sehingga menyebabkan climate change menjadi terjadi,” tuturnya.
Dalam mewujudkan ETM, sambung Menkeu, Indonesia berperan juga di dalam negeri bersama dengan PLN dan dunia usaha untuk bisa melakukan desain transisi yang affordable.
“Rencana transisi energi ini harus tetap memperhatikan masyarakat untuk bisa mendapatkan listrik yang terjangkau, serta biaya dari sisi implikasi APBN karena akan ada implikasi subsidi atau penerimaan perpajakan,” tegasnya.
BACA JUGA:
Selain melalui ETM, sumber lain yang sangat besar potensinya untuk menangani perubahan iklim dari sisi forestry dan land use. Menkeu mengatakan, komitmen Presiden Jokowi untuk melakukan net zero emission dari sisi forestry dan land use perlu mendapatkan dukungan dari sisi pembiayaan.
“Inovasi yang paling penting dari Kementerian Keuangan adalah menciptakan blended finance yang mendukung atau menggabungkan berbagai keinginan dan sumber daya baik yang berasal dari APBN, swasta, dan filantropis di Indonesia dan global, termasuk institusi bilateral dan multilateral. Kita harus bersama-sama menangani isu perubahan iklim secara konsisten dan penuh melalui sumber daya yang memadai,” ucap dia.
Sebagai informasi, Menkeu Sri Mulyani merupakan tokoh sentral dalam penetapan pajak karbon melalui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HPP). Upaya itu sekaligus respon atas isu perubahan iklim yang kini sedang menjadi perhatian global.
Dalam catatan VOI, pungutan pajak karbon akan mulai efektif berlaku pada 1 April 2022 mendatang. Sebagai tahap awal, pemerintah membidik kegiatan usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berproduksi dengan cara membakar batu bara. Adapun, tarif yang dikenakan adalah sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.