Korupsi Rencana Detail Tata Ruang, Eks Sekda Benteng Bengkulu Dituntut 1,2 Tahun Penjara Denda Rp50 Juta

BENGKULU - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah menuntut mantan Sekretaris Daerah Benteng Periode 2017-2018 berinisial MH selama 1,2 tahun penjara dan denda Rp50 juta terkait kasus korupsi rencana detail tata ruang.

Kemudian Direktur PT BCL NS dan Konsultan Pengawas PT BCL Kiyai MS juga dituntut 1,2 tahun penjara dengan denda 50 juta dan terdakwa DR selaku PPATK dituntut 2 tahun dengan denda Rp50 juta.

"Terdakwa Dodi kita tuntut lebih tinggi karena ada beberapa pertimbangan yang memberatkan," kata JPU Kejari Benteng Ichxan Elxandhi di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bengkulu, Antara, Senin, 27 November.

Ia menyebutkan perbedaan tuntutan terhadap terdakwa DR dikarenakan terdakwa tidak ikut dalam pengembalian kerugian negara (KN) sebesar Rp203 juta.

"Untuk KN memang sudah dikembalikan semua, namun terdakwa Dodi tidak ikut dalam pengembalian," ujar dia.

Diketahui, keempat terdakwa dugaan korupsi rencana detail tata ruang (RDTR) dengan kerugian negara yang mencapai Rp203 juta.

Sebelumnya, Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Tengah menetapkan empat orang tersangka terkait kasus tindak pidana korupsi penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR) jilid II pada 2014.

Keempat tersangka tersebut, yaitu mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bengkulu Tengah MH sebagai Pengguna Anggaran (PA), DR selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), NRD Direktur PT. BCL. dan KMS selaku peminjam perusahaan PT BCL.

Untuk kasus korupsi pengerjaan RDTR 2014 diketahui meminjam nama perusahaan dan tidak dikerjakan oleh perusahaan tersebut dalam hal ini tenaga ahli.

"Jadi pengerjaan ini hanya mencatut nama tenaga ahli yang ada di perusahaan tersebut. Berdasarkan keterangan para saksi ahli, mereka tidak mengetahui kalau ada pengerjaan RDTR 2014 tersebut," ujar Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah Marjek Ravilo.

Kemudian, dalam prosedur pembayaran uang muka sampai dengan putus kontrak tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan.

Marjek menjelaskan berdasarkan hasil audit ditemukan adanya kerugian negara senilai Rp227,61 juta dan tersangka KMS mendapatkan keuntungan atas peminjaman perusahaan Rp63,5 juta. Dalam kegiatan pembangunan RDTR 2014 anggaran yang disiapkan Rp330 juta, namun perusahaan hanya mampu menyelesaikan pekerjaan dengan persentase 70 persen.