BENGKULU - Jaksa Penuntut Umun (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah menuntut mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Benteng EH selama satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara atas kasus korupsi.
Selain EH, dua terdakwa lainnya yaitu DR mantan PPTK satu tahun lima bulan dan HH merupakan Direktur Utama PT PBI dijatuhkan tuntutan selama satu tahun dua bulan penjara sama dengan terdakwa EH dan ditambah membayar uang pengganti sebesar Rp272 juta.
"Ketiga terdakwa dinyatakan terbukti sah melanggar pasal 3 undang undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor," kata JPU Kejari Bengkulu Tengah Bobbi M. Ali di Kota Bengkulu dikutip dari Antara, Senin, 24 Oktober.
Tuntutan terhadap terdakwa DR lebih tinggi karena yang bersangkutan berperan aktif dalam kegiatan penyusunan RDTR benteng tahun 2013 hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp272 juta rupiah.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa DR, Ranggi, merasa kecewa terhadap tuntutan JPU ke kliennya yang dijatuhi lebih tinggi.
"Kami merasa kecewa dan akan menyampaikan pembelaan pada sidang berikutnya," ujarnya.
Ketiga tersangka tersebut disangkakan pasal 2 subsider Pasal 3 Undang-undang tindak pidana korupsi dan ketiganya saat ini masih berada di Lapas Kelas II A Kota Bengkulu.
Diketahui, pada 2013 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bengkulu Tengah menganggarkan kegiatan RDTR Kawasan Perbatasan Kabupaten Bengkulu Tengah dengan Kota Bengkulu dengan nilai kontrak sebesar Rp311,9 juta.
Pengerjaan kontrak tersebut dilakukan selama 120 hari yang dilakukan oleh PT BPI dan dalam RDTR kawasan perbatasan Kabupaten Bengkulu Tengah dengan Kota Bengkulu pada 2013 tersangka DR membantu tersangka EH dalam menyusun HPS yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Kemudian penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tersebut diketahui oleh tersangka EH dan disetujui sehingga dalam penyusunan RDTR tersebut tersangka HH selaku Direktur PT BPI dinyatakan sebagai pemenang tender.
BACA JUGA:
Berdasarkan penghitungan kerugian keuangan negara oleh pihak auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ketiganya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp272,2 juta.