Lembaga Survei Diwanti-wanti Jangan Jadi Prostitusi Demokrasi Jelang Pemilu 2024
JAKARTA - Lembaga survei nasional sudah mengeluarkan hasil survei terkait elekbtabilitas tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Direktur Deep Indonesia, Neni Nurhayati mewanti-wanti agar jangan sampai lembaga survei menjadi prostitusi demokrasi menjelang Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Neni dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Survei yang Membagongkan' yang disiarkan scara daring pada Sabtu, 25 November.
"Saya sebagai anak muda agak mengeluarkan diksi yang agak tendensius karena ini juga sama 'survei yang membagongkan', provokatif juga," ujar Neni dalam paparannya, Sabtu, 25 November.
"Jadi jangan kemudian menjadi prostitusi demokrasi, karena lembaga survei itu kan seharusnya dapat bekerja secara independen sebagai pelaku pekerja ilmiah dalam melakukan penghitungan ilmiah dengan metode statistik yang berlaku," sambungnya.
Neni lantas menyinggung soal hasil pemantauan di Pemilu 2014 dan 2019. Menurutnya, lembaga survei tidak serius dalam laporan ke KPU terkait metodelogi hingga sumber pendanaannya.
"Ketika saya melakukan pemantauan di pemilu 2014 atau 2019 kemarin terakhir ternyata memang lembaga survei tidak serius terhadap laporan ke komisi pemilihan umum bagaimana metodologinya, darimana sumber dana dan lain sebagainya," ungkap Neni.
Hal tersebut, lanjut Neni, menjadi kejanggalan ketika lembaga survei tidak transparan dan akuntabel.
Akhirnya, kata dia, publik jadi berpendapat bahwa lembaga survei memang dibayar kandidat tertentu untuk membuat elektabilitasnya seolah moncer.
"Ini tidak transparan dan akuntabel sehingga menjadi tandatanya publik ada apa dibalik lembaga survei? Jangan jangan betul bekerja hanya untuk kemenangan kandidat tertentu dan ini tentu jadi permasalahan ketika bekerja sama dengan partai untuk melakukan survei," kata Neni.
Neni pun menyoroti pendanaan lembaga survei yang tidak transparan dan akuntabel itu. Khususnya saat lembaga survei tidak mau menyampaikan hasil riset dan perbedaan saat dilakukan publikasi.
"Jadi soal pendanaan anggaran ketika dilaporkan ke KPU tidak transparan dan akuntabel serta tidak rasional ketika kita lakukan cek dokumen sehingga tidak jarang lembaga survei yang memang tidak mau menyampaikan darimana asalnya termasuk juga hasil risetnya banyak yang berbeda dengan yang dipublikasikan," jelas Neni.
Baca juga:
Neni menambahkan, dengan tidak transparan dan akuntabel lembaga survei maka itu menjadi masalah yang serius.
Sebab, menurutnya, hasil survei adalah salah satu parameter demokrasi yang berkualitas dan berintegritas.
"Tentu menjadi problem serius saya kira padahal salah satu parameter demokrasi yang berkualitas dan berintegritas itu ada transparansi dan akuntabel salah satunya ditentukan oleh bagaimana lembaga survei dalam pendanaannya," pungkasnya.