KPK Geledah Kantor BNPB dan Rumah Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan APD

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah lokasi di Jabodetabek dan Surabaya untuk mencari bukti dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD). Salah satu yang digeledah adalah Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Tim penyidik beberapa waktu lalu telah melaksanakan upaya paksa berupa tindakan penggeledahan di wilayah Jabodetabek dan Surabaya. Lokasi tersebut diantaranya adalah kantor BNPB, Kantor Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 November.

Selain itu,penyidik juga menggeledah rumah tersangka kasus ini. Hanya saja, Ali belum memerinci siapa yang terjerat.

"Dari proses kegiatan tersebut, ditemukan dan diamankan bukti anatara lain dokumen-dokumen pengadaan, catatan transaksi keuangan, dan aliran uang ke berbagai pihak terkait," ungkapnya.

"Termasuk adanya transaksi pembelian aset-aset bernilai ekonomis dari pihak yang ditetapkan sebagai tersangka," sambung Ali.

Ke depan, penyidik bakal melakukan analisis dan penyitaan. "Kemudian (temuan ini, red) dikonfirmasi kepada para pihak yang dipanggil sebagai saksi termasuk tersangka," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan tersangka di kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) periode 2020-2022 atau saat pandemi COVID-19. Jumlahnya lebih dari satu orang.

Namun, mengenai identitas dan jumlah pasti tersangka dalam kasus ini, Ali belum membukanya. Dari hasil penyidikan sementara nilai kerugian negara yang disebabkan mencapai ratusan miliar rupiah.

Adapun, kerugian itu dari nilai proyek Rp3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta paket APD. Dalam kasus ini sudah ada lima orang yang dicegah ke luar negeri.

Tak dirinci komisi antirasuah, namun mereka adalah Budi Sylvana selaku selaku aparatur sipil negara (ASN) di Kemenkes, Hermansyah yang merupakan ASN dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, Satrio Wibowo dan Ahmad Taufik selaku swasta, serta A. Isdar Yusuf selaku advokat.