Dipecat dari Ketua MK, Anwar Usman: Ada Skenario untuk Membunuh Karakter Saya

JAKARTA - Hakim Konstitusi Anwar Usman mengklaim adanya skenario merusak nama baiknya ihwal dinyatakan melanggar etik berat dalam putusan batas usia capres-cawapres oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Anwar dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan MKMK kemarin. Anwar mengaku telah mengetahui skenario ini dirancang sebelum MKMK dibentuk.

"Saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar, bahwa upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek dalam berbagai putusan MK dan putusan MK terakhir, maupun tentang rencana pembentukan MKMK, telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 8 November.

"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," tambahnya.

Anwar merasa dirinya difitnah karena disebut memiliki konflik kepentingan atas putusan MK yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres lantaran merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang kini menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.

"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," ungkap Anwar.

Anwar mengklaim, sejak meniti karier di lembaga peradilan tahun 1985 sampai sekarang, dia tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial atau Badan Pengawas Mahkamah Agung, juga tidak pernah melanggar etik sebagai hakim konstitusi sejak diberi amanah pada tahun 2011.

Anwar menyadari penanganan perkara yang berkaitan dengan pemilu memang kuat bermuatan politik. Namun, ia menegaskan putusannya yang kepala daerah di bawah 40 tahun menjadi capres-cawapres bukan ditujukan untuk meloloskan Gibran, keponakannya, untuk melenggang di Pilpres 2024.

"Jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," jelasnya.

Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini mebuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Sanksinya, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK imbas dari putusan MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun.

MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.