Pembelaan Anwar Usman Mengaku Difitnah, Dinilai Merendahkan Citra dan Martabat Hakim
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (DIah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta, Anang Zubaidy menilai pernyataan Anwar Usman dalam merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) justru merendahkan martabat dan citranya sebagai hakim.

Diketahui, Usman diberhentikan sebagai ketua MK lantaran terbukti melanggar kode etik hakim terkait sidang putusan batas usia minimal capres dan cawapres.

"Artinya bentuk pembelaan diri yang disampaikan Anwar Usman itu bentuk pembelaan diri yang tidak perlu. Yang menurut hemat saya justru merendahkan citra dan martabat beliau," ujar Anang dalam keterangannya, Kamis, 9 November.

Menurut Anang, pembelaan Anwar Usman sangat tidak pas karena pelanggaran etik berat yang dilakukannya sudah terbukti dalam sidang MKMK.

"Itu kan pelanggaran berat. Kalau kemudian yang bersangkutan itu masih menganggap dirinya sebagai korban itu kan kurang pas, playing victim,” ungkapnya.

Direktur RISE Institute itu berpendapat, pernyataan Anwar sebagai korban fitnah tidak sesuai fakta. Apalagi ia pernah mengenalkan diri sebagai Ketua MK dan bagian dari keluarga Presiden Joko Widodo.

"Itu seolah menunjukkan 'saya sebagai bagian dari keluarga istana' yang butuh rekognisi dari pihak lain," jelasnya.

Frasa fitnah, tambahnya, juga tidak pas dinyatakan Anwar. “Kan kata fitnah itu harus dibuktikan kebenarannya. Mekanisme pembuktian itu ada di persidangan MKMK," lanjutnya.

Anang pun menyebut, putusan MKMK memang tidak sesuai harapan publik yang menghendaki Anwar Usman dicopot sebagai hakim konstitusi. Anwar hanya dipecat sebagai ketua MK jika tidak mengundurkan diri atas inisiatif pribadi.

"Saya pribadi juga kecewa dengan putusan MKMK, tapi itu kan sudah menjadi fakta hukum, ya sudah kita terima. Masyarakat, saya berharap tidak terlalu memperpanjang masalah ini. Cukup kita fokus pada bagaimana mengawasi MK ke depan, supaya MK tetap bisa menjaga martabatnya," pungkasnya.

Sebelumnya, Anwar Usman merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres. Dia menyebut fitnah itu tidak berdasar.

"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK, Jakarta, Rabu, 8 November.

Anwar menegaskan, tidak akan mengorbankan diri, martabat, dan kehormatannya di ujung masa pengabdiannya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu. Menurutnya, di era demokrasi rakyat yang akan menentukan siapa presiden dan wakil presiden yang akan dipilihnya.

"Lagi pula perkara PUU hanya menyangkut norma, bukan kasus konkret. Dan pengambilan putusannya pun bersifat kolektif kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan oleh seorang ketua semata," kata Anwar.

"Demikian pula dalam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan, siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak, sebagai presiden dan wakil presiden," imbuhnya.