Sanksi Mengajak Orang Lain Golput, Awas Hukuman Penjara hingga Denda Puluhan Juta

YOGYAKARTA - Dalam setiap gelaran Pemilu biasanya ada saja orang yang berniat tidak menggunakan hak pilih atau golput. Namun perlu diketahui masyarakat bahwa ada sanksi mengajak orang lain golput dengan iming-iming uang atau materi. 

Pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, tercatat ada sebanyak 34,75 juta orang yang memutuskan golput. Jumlah tentunya cukup banyak karena terhitung sekitar 18,02 persen dari total pemilih yang terdaftar. Lantas apa hukuman atau sanksi mengajak orang lain golput?

Sanksi Mengajak Orang Lain Golput

Ketentuan hukuman atau sanksi bagi individu atau pihak yang mengajak orang lain golput telah diatur dalam pasal 515 Undang-Undang Pemilu. Tindakan mengajak golput dengan tawaran uang atau materi bisa diganjar sanksi hukuman penjara selama tiga tahun dan denda sejumlah Rp36 juta.

Berikut isi dari pasal tersebut: Setiap individu yang dengan sengaja, saat proses pemungutan suara, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih dengan tujuan untuk menghalangi mereka menggunakan hak pilihnya, memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, dapat dikenakan hukuman penjara maksimal selama 3 (tiga) tahun dan denda maksimal Rp36 juta.

Apa Itu Golput 

Golput merupakan istilah yang merujuk pada individu atau kelompok masyarakat yang tidak mau memberikan hak suaranya di Pemilu. Keinginan ini didasari bukan karena teknik seperti tidak mendatangi tempat pemilihan umum, namun karena alasan politis. 

Fenomena golput menjadi bagian dari hak pilih dalam negara yang menilai pemilihan sebagai hak, bukanlah sebuah kewajiban. Istilah golput ini mulai muncul di era Orde Baru, dengan istilah kata ‘putih’ sebagai tindakan memilih warna putih pada suarat suara. 

Warna putih tersebut menjadi pilihan selain warna kuning (Golkar), hijau (PPP), dan warna merah (PDIP) karena hanya tiga partai politik tersebut yang ikut dalam kontestasi Pemilu selama Orde Baru. 

Apakah Golput Melanggar Hukum?

Dilansir dari laman Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), seseorang yang memutuskan tidak memberikan suara atau golput dalam pemilu bukanlah suatu pelanggaran hukum. ICJR menilai tidak ada satu pun aturan hukum yang dilanggar oleh orang-orang yang golput. 

ICJR berpandangan bahwa hukuman yang tertera dalam pasal 515 UU Pemilu cuma membatasi seseorang yang bisa dipidana yakni mereka yang menggerakan orang lain untuk golput dengan menjanjikan tawaran berupa uang atau materi. Jadi tanpa adanya janji atau pemberian uang, maka tindakan golput tidak melanggar dan tidak dijatuhi hukuman. 

Penyebab Orang Golput

Terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang memilih untuk tidak memberikan hak suara atau mencoblos saat Pemilu. Berikut ini sejumlah alasan orang-orang memutuskan golput.

Apatis Terhadap Politik

Salah satu alasan paling tinggi masyarakat pilih golput yakni karena apatis terhadap politik. Orang-orang ini tidak tertarik mengurusi politik, memiliki rasa ketidakpedulian dan ketidakpercayaan karena merasa tidak ada dampak yang didapatkan setelah Pemilu. 

Ketidaktahuan Pemilu

Ketidaktahuan tentang Pemilu bisa menjadi penyebab orang-orang golput atau tidak mencoblos di TPS. Meskipun info tentang Pemilu sudah tersebar di media sosial dan bisa diakses di website atau situs-situs lainnya, masih ada sebagian orang yang tidak tahu tanggal pasti pelaksanaannya. 

Keterbatasan Fasilitas

Seringkali keterbatasan fasilitas menjadi penyebab orang-orang tidak mencoblos atau golput. Misalnya adanya keterbatasan fasilitas bagi penyandang disabilitas, sehingga sulit datang ke lokasi TPS saat pelaksanaan Pemilu. 

Demikianlah informasi mengenai sanksi mengajak orang lain golput saat Pemilu dengan iming-iming uang atau materi. Sebenarnya keputusan untuk golput tidaklah melanggar hukum apabila tidak ada unsur-unsur tersebut. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.