KPK Sebut Hakim PN Jaksel Harusnya Tolak Praperadilan SYL
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) harusnya menolak gugatan praperadilan yang diajukan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Penyidikan dipastikan sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Semua proses penyidikan perkara dengan tersangka SYL tersebut kami pastikan KPK telah patuhi semua hukum acara pidananya maupun ketentuan lain yang terkait,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 6 November.
“Sehingga tentu kami sangat yakin permohonan dimaksud sudah selayaknya nanti akan ditolak hakim,” sambungnya.
Ali menegaskan komisi antirasuah bakal mengikuti proses sidang praperadilan itu. Tim Biro Hukum akan hadir di PN Jaksel.
“Informasi yang kami terima, betul hari ini Tim Biro Hukum KPK hadir,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, PN Jaksel menunda sidang praperadilan Syahrul pada pekan lalu, Senin, 30 Oktober. KPK selaku termohon saat itu tidak hadir.
Syahrul mengajukan gugatan karena tak terima dengan statusnya sebagai tersangka di kasus korupsi Kementerian Pertanian (Kementan). Perkara ini terdaftar dengan Nomor 114/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
Dalam kasus ini, politikus Partai NasDem itu disebut KPK memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominalnya yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.
Baca juga:
- Motivasi Mahasiswa Bekerja, Mensos Risma: Pegawai Kemensos Hampir 99,9 Persen Bukan Tenaga Teknis
- Elon Musk Luncurkan Model AI Pertama dari xAI, Diklaim Paling Baik
- Dikalahkan Forest, Aston Villa Buang Kesempatan ke Tiga Besar
- Ternyata, Freddie Mercury Anggap Somebody to Love Lebih Keren dari Bohemian Rhapsody
Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.
KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.