Sekjen PKB: Putusan PN Jaksel Akhiri Isu Keliru Status Hukum Cak Imin Soal ‘Kardus Durian’
ILUSTRASI UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen DPP PKB Hasanuddin Wahid menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang menolak gugatan praperadilan terkait kasus "kardus durian" mengakhiri isu keliru mengenai status hukum Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar.

"Dengan keluarnya putusan ini, mengakhiri praduga-praduga, isu-isu yang tidak benar yang selama ini menggelayuti publik. Ini adalah bentuk kepastian hukum bahwa apa yang diisukan selama ini tentang Gus Muhaimin terbukti tidak benar," kata Hasan, sapaan akrab Hasanuddin Wahid dalam keterangan tertulis dilansir ANTARA, Senin, 10 April.

Putusan PN Jaksel yang menolak gugatan praperadilan dari Masyarakat Anti-korupsi Indonesia (MAKI) terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan kasus "kardus durian" atau dugaan korupsi percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi (PPIDT) itu menunjukkan bahwa penindakan terhadap kasus tersebut sudah selesai.

"Keluarnya putusan gugatan praperadilan ini menunjukkan bahwa kasus yang diisukan kepada Gus Muhaimin sebenarnya sudah tuntas dan sudah selesai di tingkatan putusan pengadilan yang lampau,” kata dia.

Berikutnya, Hasan mengapresiasi hakim PN Jaksel yang telah bertindak jernih dalam memutuskan menolak gugatan praperadilan itu. Di samping itu, ia juga mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah bertindak profesional dengan memberikan jawaban yang jelas dalam persidangan praperadilan di PN Jaksel. KPK menyatakan telah melaksanakan tugas dan melalui seluruh proses hukum, sebagaimana mestinya dalam kasus itu.

Menurut Hasan, penjelasan KPK itu menjadi landasan hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan tersebut.

"Ini patut kami apresiasi karena penjelasan KPK itu menjadi landasan hakim di PN Jaksel dalam memutuskan menolak gugatan praperadilan dari MAKI dan meminta tidak dilakukan penyelidikan atas kasus ini,” kata dia.

Selanjutnya, Hasan juga mengapresiasi peran MAKI yang telah mewakili masyarakat dalam mencari keadilan dan kepastian hukum. Dengan pengajuan praperadilan tersebut, lanjutnya, MAKI telah memilih jalan yang tepat untuk mencari kebenaran hukum melalui lembaga hukum, yakni PN Jaksel.

”Kami apresiasi MAKI karena telah menempuh jalur hukum yang baik. Itu harus dihormati bersama-sama,” katanya.

Sebelumnya, PN Jaksel menyatakan menolak gugatan praperadilan yang diajukan MAKI terkait kasus kardus durian itu.

"Menyatakan permohonan praperadilan dari para pemohon tidak dapat diterima," kata hakim tunggal Samuel Ginting dalam persidangan di PN Jaksel, Jakarta.

Dalam putusannya, hakim menyatakan permohonan MAKI "error in objecto" atau memiliki kekeliruan terhadap objek yang digugat.

Selain itu, hakim menyatakan pula MAKI tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan praperadilan karena surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan yang dimiliki MAKI telah kedaluwarsa sejak 9 November 2019.

Dengan demikian, dalam pokok perkara, PN Jaksel memutuskan menyatakan praperadilan dari MAKI selaku pemohon tidak dapat diterima dan membebankan biaya perkara kepada mereka sejumlah nihil.

Dalam gugatannya, MAKI menilai KPK telah melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah pada kasus kardus durian.

Kasus kardus durian bermula saat tim penindakan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) pada 25 Agustus 2011. Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemnakertrans Dadong Irbarelawan.

Selain itu, KPK juga menangkap kuasa direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati. Dharnawati ditangkap bersamaan dengan barang bukti uang senilai Rp1,5 miliar yang dibungkus dengan kardus durian.