Gugatan Denny Indrayana soal Paman Birin Dikabulkan, Anggota Bawaslu Kalsel Disemprit Keras DKPP

JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengabulkan sebagian gugatan tim Haji Denny Indrayana-Difiriadi Derajat (H2D) soal penanganan laporan di Bawaslu Kalimantan Selatan (Kalsel). Anggota Bawaslu Azhar Ridhanie diberi peringatan keras.

“Teradu IV (Azhar Ridhanie) terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Teradu IV melanggar pasal 15 huruf f, huruf g dan huruf h dan Pasal 16 huruf e peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017. Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu IV Azhar Ridhanie selaku anggota Bawaslu Kalsel,” demikian putusan DKPP dikutip VOI, Kamis, 11 Februari. 

Gugatan ini diajukan Jurkani divisi hukum Haji Denny Indrayana-Difriadi (H2D) terhadap Ketua Bawaslu Kalsel Erna Kaspiyah dan sejumlah anggota Bawaslu Kalsel.

Dalam pokok pengaduan perkara Nomor 178-PKE-DKPP/XI/2020, para teradu yakni Bawaslu Kalsel diduga tidak profesional  dan berkepastian hukum dalam menindaklanjuti laporan nomor 02/LP/PG/22.00/X/2020.

Gugatan Denny Indrayana ke Bawaslu Kalsel disampaikan tanggal 28 Oktober berkenaan dengan pelanggaran administratif sebagaimana ketentuan Pasal 71 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU. 

Pada tanggal 3 November 2020, laporan pengadu dihentikan dengan dalih tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan meskipun telah didukung dengan bukti yang kuat. Pengadu merasa keberatan dengan Keputusan Bawaslu Kalsel yang mengategorikan laporan pelanggaran administrasi sebagai laporan tindak pidana pemilu.

“Sangat jelas tertulis pada bagian perihal laporan a quo merupakan laporan pelanggaran administrasi yang seharusnya ditangani Bawaslu Kalsel bukan Sentra Gakkumdu,” demikian isi gugatan Denny Indrayana ke Bawaslu

Dalam pertimbangan putusan, DKPP menimbang pengaduan pengadu yakni Denny Indrayana mendalilkan para teradu Bawaslu Kalsel  diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam tindakannya.

Para teradu diduga tidak profesional dan tidak berkepastianhukum dalam menindaklanjuti laporan. Pengadu keberatan dengan keputusan para teradu yang menindaklanjuti laporan a quo sebagai tindak pidana pemilihan.  Menurut pengadu, para teradu seharusnya mendalilkan tindakan para teradu bertentangan dengan Pasal 11 dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.

“Berkenaan dalil pengadu, terungkap fakta bahwa pada 28 Oktober 2020, para teradu menerima laporan atas dugaan pelanggaran pemilihan dengan terlapor Shabirin Noor yang berstatus calon gubernur petahana,” demikian putusan DKPP. 

Terlapor Shabirin alias Paman Birin diduga menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan kedudukannya sebagai petahana dalam tindakanya menggunakan  program jaminan pengaman sosial, bantuan internet gratis kepada 24 ribu siswa SMK Kalsel, bantuan sosial beras bersama Kemensos dan Bulog.

Pengadu menyebut Paman Birin mencantumkan tagline “Paman Birin Bergerak” yang merupakan tagline kampanye terlapor yakni Paman Birin. 

“Terdapat ketidaksesuaian analisis kajian yang disusun teradu IV. Pada bagian analisis kajian diuraikan unsur-unsurpasal 71 ayat 3 UU Pemilihan dan menyatakan keterpenuhan unsur gubernur, unsur wewenang, program dan kegiatan serta locus dan tempus dari  peristiwa yang dilaporkan. Sedangkan berkenaan dengan unsur menguntungkan atau merugikan dalam kajian dinyatakan: Analisa kajian menjabarkan kategori ‘menguntungkan atau merugikan’  serta menyatakan pembagian kuota internet oleh terlapor merupakan perbuatan yang menimbulkan ketidakadilan bagi pesaing calon petahana," papar DKPP..

DKPP dalam putusannya menjabarkan analisa kajian Bawaslu Kalsel soal kategori ‘menguntungkan atau merugikan’  serta menyatakan pembagian kuota internet oleh terlapor merupakan perbuatan yang menimbulkan ketidakadilan bagi pesaing calon petahana.

Namun pada sisi lain, kajian Bawaslu Kasel justru menyatakan unsur menguntungkan atau merugikan dalam laporan a quo tidak terpenuhi karena ketiadaan indikator batasan menguntungkan. Demikian pula dengan kesimpulan kajian yang menyatakan baik untuk dugaan pidana pemilihan maupun dugaan pelanggaran administrasi tidak memenuhi unsur khususnya frasa menguntungkan.

“Terhadap ketidaksesuaian dalam analisa tersebut, teradu IV sebagai penyusun tidak dapat memberikan penjelasan. Teradu IV sebagai leading sector seharusnya memiliki tanggiungjawab untuk memastikan akuarasi kajian dan menyampaikan sebagai dokumen penting pada forum pleno,” sambung DKPP.

Teradu IV terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Teradu IV melanggar pasal 15 huruf f, huruf g dan huruf h dan Pasal 16 huruf e peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017