Setelah Pengusiran Pemimpin Maori, Parlemen Selandia Baru Tak Lagi Wajibkan Dasi
JAKARTA - Anggota parlemen laki-laki Selandia Baru tidak lagi diharuskan mengenakan dasi di parlemen, setelah aturan itu dicabut menyusul protes anggota Parlemen Maori, menyebut dasi sebagai 'tali kolonial'.
Hal ini bermula saat Ketua Parlemen Trevor Mallard mencegah anggota parlemen yang merupakan Pemimpin Maori Rawiri Waititi untuk mengajukan pertanyaan dalam sidang Parlemen pada Selasa 9 Februari lalu. Sebabnya, Rawiri memilih mengenakan Taonga, liontin hijau Maori, ketimbang menggunakan dasi untuk melengkapi penampilan.
Dua kali Rawiri mencoba bertanya, dua kali pula ia dilarang berbicara, hingga akhirnya Mallard mengusir Rawiri keluar ruang sidang. Insiden ini pun langsung menimbulkan perdebatan.
Melansir Reuters, Waititi berpendapat bahwa tindakan memakai Taonga haknya untuk menampilkan identitas budaya Maori dimana pun.
“Saya melepas jerat kolonial (dasi) sebagai tanda bahwa ia terus menjajah, mencekik, menekan hak-hak Maori yang menurut Mallard memberi kita semua persamaan,” katanya.
Setelah pertemuan dengan Komite Tata Tertib, Trevor Mallard mengatakan pada Rabu malam bahwa dia telah memutuskan untuk membuat dasi menjadi opsional di Parlemen Selandia Baru.
Baca juga:
- Lanjutkan Program Logam Uranium, Iran Berpotensi Langgar Perjanjian Nuklir
- Parlemen Angkat Aung San Suu Kyi Sebagai Pemimpin Myanmar hingga 2025, Apa Bedanya dengan Presiden? Ini Penjelasannya
- Wow, Kecewa Soal Donald Trump Mantan Pejabat Partai Republik Mau Bikin Partai Baru?
- Presiden Komite Olimpiade Tokyo 2020 Yoshiro Mori Bakal Mengundurkan Diri
“Sebagai ketua parlemen, saya dipandu oleh diskusi dan keputusan komite, dan oleh karena itu dasi tidak lagi dianggap sebagai bagian dari 'pakaian bisnis yang sesuai,” terang Mallard.
Terbaru, dalam persidangan Parlemen Selandia Baru Hari Kamis waktu setempat, Waititi dan sejumlah anggota parlemen lainnya tidak mengenakan dasi.