121 Bukti Dibawa KPK Lawan Gugatan Praperadilan Karen Agustiawan di PN Jaksel

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan menyertakan ratusan bukti untuk melawan gugatan praperadilan yang diajukan eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Senin, 30 Oktober.

“KPK menghadirkan bukti sebanyak 121 termasuk bukti elektronik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 30 Oktober.

Selain itu, tim biro hukum komisi antirasuah juga menyiapkan saksi ahli. Ali berharap majelis hakim menolak permohonan praperadilan karena yang tak terima menjadi tersangka.

“Kami yakin seluruh proses penyidikan perkara ini telah sesuai dengan mekanisme hukum sehingga sudah seharusnya permohonan praperadilan dimaksud ditolak,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Karen mengajukan praperadilan setelah dirinya jadi tersangka kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, gugatan itu diajukan pada Jumat, 6 Oktober.

Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Pihak yang digugat adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam kasus ini, KPK menduga proses pengadaan LNG sebagai sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak dikaji. Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris.

“GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 19 September.

Firli mengungkap pelaporan seharusnya dilakukan karena akan dibawa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” tegasnya.

Karena perbuatannya, membuat negara merugi sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau Rp2,1 triliun. Penyebabnya, kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya kargo over supply, PT Pertamina akhirnya membuat penjualan di pasar internasional dengan kondisi rugi. Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan digunakan seperti tujuan awalnya.