Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai menyidangkan gugatan praperadilan Karen Agustiawan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus pengadaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.

Persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dipimpin oleh hakim tunggal Tumpanuli Marbun.

Pengacara Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Rebbeca Elizabeth meminta penetapan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 sebagai tersangka pada kasus itu tidak sah dan tidak berdasar hukum.

“Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK yang berkaitan dengan penetapan tersangka, atas diri pemohon (Karen Agustiawan) oleh termohon," kata Rebbeca Elizabeth dalam persidangan dilansir ANTARA, Rabu, 25 Oktober.

Rebbeca juga meminta kepada hakim tunggal Tumpanuli Marbun yang mengadili gugatan praperadilan ini untuk menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/53/DIK.00/01/06/2022, tertanggal 6 Juni 2022 yang menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

Rebbeca mengatakan terdapat beberapa poin mendasar yang membuat kliennya merasa keberatan ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya penundaan pemeriksaan tersangka yang terlalu lama.

"Dalam proses penyidikan a quo, pemohon telah mengalami penundaan yang tidak semestinya, dimana terhadap pemohon tidak segera dilakukan pemeriksaan oleh termohon dan pemohon barulah diperiksa sebagai Tersangka setelah satu tahun tiga bulan sejak ditetapkan sebagai Tersangka," kata dia.

Rebbeca juga mempersoalkan apabila penetapan tersangka Karen Agustiawan berdasarkan keputusan Pertamina untuk bekerjasama dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) maka perbuatan itu dinilai merupakan aksi korporasi.

"Bila peristiwa hukum yang disebut pengadaan LNG dari Corpus Christi Liquefaction oleh Pertamina adalah dasar daripada termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka, maka perbuatan itu adalah aksi korporasi. Dengan demikian yang seharusnya menjadi tersangka itu bukan pemohon," katanya.

Kemudian Rebbeca juga mempersoalkan dalam penyidikan sampai ditetapkannya Direktur Umum Pertamina 2009-2014 itu

sebagai tersangka belum ada perhitungan kerugian negara yang pasti dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pihaknya menyatakan kontrak pengadaan LNG antara Pertamina dengan Corpus Christi Liquefaction itu merupakan kontrak yang masih berjalan dan memiliki masa berlaku sampai dengan setidaknya 20 tahun ke depan sejak Corpus Christi Train beroperasi atau sampai sekitar tahun 2040.

Pertamina saat ini justru telah mendapatkan keuntungan dari penjualan volume LNG Corpus Christi, sebagaimana berdasarkan Nota Dinas Pertamina No 318/G30000/2023-S3 tanggal 31 Juli 2023 Perihal Laporan Total Pendapatan Penjualan Kargo LNG dari Kontrak Corpus Christi beserta profit atau keuntungannya untuk periode Juli 2019-Juli 2023.

Sejauh ini, kata dia, total nilai profit Pertamina dari niaga LNG Corpus Christi sudah mencapai 88,87 juta dolar AS atau setara Rp1,3 triliun.

Hakim tunggal Tumpanuli Marbun memberikan waktu kepada tim Biro Hukum KPK untuk memberikan jawabannya pada Kamis (26/10).

"Untuk jawaban dari pihak termohon (KPK) diagendakan pada besok Kamis 26 Oktober," kata hakim dalam persidangan.

Sidang direncanakan kembali digelar pada Kamis (26/10) dengan agenda jawaban dari tim biro hukum KPK terkait petitum yang diajukan oleh tim pengacara pemohon.