Tanpa Alasan Jelas, Firli Minta Dewas KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Etik

JAKARTA - Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho menyebut Ketua KPK Firli Bahuri minta pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran etik karena bertemu eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo ditunda. Dia minta pemeriksaan dilakukan November mendatang.

"Pak Ketua KPK Pak Firli minta dijadwal ulang setelah tanggal 8 November," kata Albertina kepada wartawan, Jumat, 27 Oktober.

Saat disinggung soal alasan permintaan itu, Albertina mengaku tak tahu. Sebab, belum ada pemberitahuan dari Firli.

"Silakan tanya saja ke sana," tegasnya.

Dewas KPK, sambung Albertina, juga hanya bisa pasrah. Mereka baru bisa melakukan pemeriksaan jika pihak terperiksanya ada.

"Kalau orangnya enggak ada bagaimana? Kamk bisa periksa atau tidak? Dewas kan tidak ada upaya paksa, kami tidak bisa menghadirkan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas KPK sudah mengklarifikasi sejumlah saksi terkait dugaan pertemuan Firli-Syahrul. Sementara Firli bakal diklarifikasi belakangan karena dia merupakan pihak terlapor.

Adapun dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar. Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.