Abu Janda Ngaku Dapat Gaji Besar saat Jadi Buzzer Jokowi, Refly Harun: Duitnya dari Mana?
JAKARTA - Pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda belakangan ramai menjadi perbincangan. Abu Janda dilaporkan atau tuduhan rasisme kepada Natalius Pigai dan ucapan yang menyebut agama Islam arogan.
Dua kasus hukum ini belum selesai, muncul isu baru. Yakni pengakuan Abu Janda yang mendukung Joko Widodo saat maju dalam Pilpres dan mendapat bayaran.
Hal ini ikut dikomentari oleh Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun terkait pengakuan itu. Menurut Refly penting untuk didalami mengenai sumber uang itu.
"Pertama sumber uang dari mana? apakah uang pribadi atau kah uang kampanye atau negara itu penting. Dan ini yang tahu yang bayar," kata Refly dalam akun Youtube miliknya dikutip Jumat, 5 Februari.
Menurut dia, apabila Abu Janda dibayar dengan uang negara, maka itu adalah sebuah pelanggaran. Dan pelanggaran ini harus ditindak.
"Kalau menggunakan uang negara Itu jelas abuse of power. Bahkan kalau prespektif pemilu itu jelas pelanggaran pemilu. Karena mengaku influencer pemilu," kata dia.
Baca juga:
Kata dia, jika benar uang negara yang digunakan ini adalah suatu kasus yang besar. DPR kata dia musti mencari tahu dengan membuat pansus.
"Kalau kita pakai standar tinggi terhadap penyalahgunaan keuangan negara, maka kasus ini harusnya menghebohkan, diinvestigasi DPR. Tapi DPR lebih pro penguasa, yang dikampanyekan Abu Janda," kata dia.
Kemudian, jika bayaran Abu Janda menggunakan uang kampanye itu sebagai tidakan politik uang. Sebab, berdasarkan pengetahuannya Abu Janda bukanlah tim kampanye resmi yang tercatat di KPU pusat dan daerah atau pun anggota partai politik.
"Kalau dibayar TKN, itu sebagai tindakan money politics, karena Abu Janda bukan tim kampanye resmi. karena harus terdaftar di KPU. Sependek pengetahuan saya
"Permadi Arya bukan anggota tim kampanye, bukan juga parpol yang punya hak kampanyekan anggotanya. Kampanye yang dia lakukan ilegal karena dia mengatakan ikut dalam influencer. Kaitan dengan bayaran itu, bisa dikatakan money politics karena membayar orang yang bukan tim kampanye untuk berkampanye," ujar Refly.