Presiden Ali Bongo Menangkan Masa Jabatan Ketiga, Militer Gabon Ambil Alih Kekuasaan
JAKARTA - Sekelompok perwira militer senior Gabon mengumumkan pengambilalihan kekuasaan di televisi nasional pada Rabu dinihari, setelah badan pemilihan umum negara mengumumkan petahana Presiden Ali Bongo Ondimba memenangkan masa jabatan ketiga.
Tampil di saluran televisi Gabon 24, para perwira tersebut mengatakan bahwa mereka mewakili seluruh pasukan keamanan dan pertahanan di negara Afrika Tengah tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, mereka mengatakan hasil pemilu dibatalkan, semua perbatasan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut dan lembaga-lembaga negara dibubarkan.
Suara tembakan keras terdengar di ibu kota Libreville, kata seorang reporter Reuters, setelah kemunculannya di televisi, seperti dilansir 30 Agustus.
Belum ada komentar langsung dari pemerintah negara anggota OPEC tersebut. Belum ada laporan langsung mengenai keberadaan Presiden Bongo, yang terakhir kali terlihat di depan umum ketika ia memberikan suaranya dalam pemilu pada Hari Sabtu.
"Atas nama rakyat Gabon, kami memutuskan untuk mempertahankan perdamaian dengan mengakhiri rezim yang berkuasa saat ini," kata para perwira tersebut dalam sebuah pernyataan.
Para prajurit memperkenalkan diri mereka sebagai anggota Komite Transisi dan Pemulihan Institusi. Adapun lembaga-lembaga negara yang mereka nyatakan dibubarkan antara lain pemerintah, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi dan lembaga pemilu.
Jika berhasil, kudeta tersebut akan menjadi kudeta kedelapan yang terjadi di Afrika Barat dan Tengah sejak tahun 2020, menyusul kudeta sebelumnya di Mali, Guinea, Burkina Faso, Chad dan Niger.
Diketahui, ketegangan meningkat di Gabon di tengah kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan setelah pemilihan presiden, parlemen dan legislatif pada Hari Sabtu, yang menyaksikan Bongo berusaha untuk memperpanjang kekuasaan keluarganya yang telah berlangsung selama 56 tahun.
Sementara, pihak oposisi Gabon mendorong perubahan di negara yang kaya akan minyak dan kakao namun miskin dan sering dilanda bencana tersebut.
Kurangnya pengamat internasional, penangguhan beberapa siaran luar negeri, dan keputusan pemerintah untuk memutus layanan internet serta memberlakukan jam malam secara nasional setelah pemilu, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi proses pemilu.
Gabon menggagalkan upaya kudeta militer pada Januari 2019, setelah tentara menyita stasiun radio negara dan menyiarkan pesan yang mengatakan Bongo, yang menderita stroke beberapa bulan sebelumnya, tidak lagi layak menjabat.
Situasi kembali membaik beberapa jam kemudian, setelah dua tersangka komplotan kudeta terbunuh dan lainnya ditangkap.
Baca juga:
- Buntut Masalah Menlu Libya, PM Israel Netanyahu Tegaskan Seluruh Pertemuan Diplomatik harus Disetujuinya
- Gerebek Lokasi Diduga Pesta Pernikahan Gay, Polisi Tangkap Lebih dari 200 Orang
- Wali Kota Adams Izinkan Azan Berkumandang di New York Tanpa Izin Khusus
- Menlu Ukraina: Nasib Prigozhin Menunjukkan Kemungkinan Perundingan Damai dengan Rusia akan Sia-sia
Pusat Pemilihan Gabon pada Hari Rabu mengumumkan kemenangan Bongo dalam pemilu dengan meraup 64,27 persen suara, mengungguli penantangnya Albert Ondo Ossa yang berada di posisi kedua dengan 30,77 persen.
Bongo (64) yang menggantikan ayahnya Omar sebagai presiden pada tahun 2009, telah bertarung melawan 18 penantang. Enam di antaranya mendukung Ondo Ossa dalam upaya mempersempit persaingan.
Tahun 2016, Bongo kembali terpilih sebagai Presiden Gabon. Pihak oposisi membantah kedua kemenangan Bongo dalam pemilu sebelumnya, dengan alasan adanya kecurangan.