Kejagung Periksa Asisten Anggota DPR Ismail Thomas Tersangka Korupsi Izin Tambang

JAKARTA - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung memeriksa saksi berinisial ARAN selaku asisten anggota Komisi I DPR Ismail Thomas, tersangka tindak pidana korupsi penerbitan dokumen perizinan pertambangan PT Sendawar Jaya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan ARAN diperiksa bersama saksi lainnya, yaitu Direktur PT Gunung Bara Utama berinisial SH.

"Kedua saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penerbitan dokumen perizinan pertambangan PT Sendawar Jaya atas nama tersangka IT (Ismail Thomas)," kata Sumedana dilansir ANTARA, Senin, 28 Agustus.

Dia mengatakan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.

Penyidik menetapkan Ismail Thomas sebagai tersangka pada Selasa, 15 Agustus 2023. Ia secara bersama-sama membuat dokumen palsu terkait perizinan pertambangan.

Dokumen tersebut dimaksudkan untuk mengambil alih usaha pertambangan dengan cara menggunakan dokumen sebagai bukti administrasi seolah-olah PT Sendawar Jaya adalah perusahaan yang memiliki izin secara sah.

Ismail Thomas disangkakan melanggar Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ismail Thomas ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sampai tanggal 3 September 2023.

Mengenai kemungkinan kasus ini turut menyeret anggota Komisi I DPR tempat Ismail Thomas bertugas atau partai politiknya, Suemdan mengatakan perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan secara sendiri oleh tersangka bersama bantuan orang-orang di pemerintah daerah tempat tanah pertambangan seluas 5.350 hektare itu berada, yakni Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.

"Perkara dilakukan diri sendiri dengan PT Sendawar Jaya dan orang-orang pemda yang memasukkan dokumen itu,” kata Sumedana.

Namun, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain yang terlibat dalam perkara tersebut setelah pengembangan dilakukan oleh penyidik.

"Nanti kita lihat perkembangan ke depan. Saya yakin ada perkembangan ke depan karena sudah dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 9 Undang-Undang Tipikor," kata Sumedana.