6 Cara Menyiasati Perilaku Anak Remaja yang Gemar Shopping
JAKARTA - Ada banyak faktor internal dan eksternal yang menyebabkan anak remaja hobi shopping secara impulsif. Kalau menurut penelitian, hal ini terjadi karena otak remaja bagian korteks prefrontal, belum berkembang sepenuhnya. Bagian ini berfungsi mengendalikan impuls dan pengambilan keputusan. Sehingga apapun yang dilakukan, mereka cenderung tidak terlalu khawatir dengan konsekuensi di masa depan.
Karen Holland, Pendiri Gifting Sense dilansir dari laman MYDOH, Senin, 28 Agustus, mengatakan bahwa remaja bukanlah konsumen yang ceroboh, melainkan mereka belum berpengalaman. Dan jika orang tua tidak mengontrol pengeluaran anak remaja, maka bersiaplah menuai kesulitan.
Selain itu, faktor eksternal seperti rasa takut ketinggalan (alias FOMO), daya tarik media sosial dan pemasaran influencer juga dapat menyebabkan remaja mengejar kepuasan instan dengan cara impulse buying. Ditambah lagi, ketika merasa lelah, stres, atau lapar, mereka rentan melakukan emotional buying. Sehingga mereka akan membenarkan pembelian tersebut dengan mengatakan bahwa mereka mengalami hari yang berat di sekolah untuk merasa diri lebih baik.
Guna mencegah anak terjerumus dalam perilaku pembelian impulsif lebih jauh, berikut beberapa strategi yang dapat Anda gunakan untuk memulai percakapan dengan anak remaja.
1. Tentukan apakah ini keinginan atau kebutuhan
Saat anak meminta uang untuk membeli sesuatu, ini adalah kesempatan bertanya kepada mereka apakah barang yang ingin dibeli adalah keinginan atau kebutuhan. Memahami perbedaan antara keduanya membantu memprioritaskan daftar keinginan mereka.
2. Buat anggaran dan daftar belanjaan
Luangkan waktu bersama anak remaja membuat anggaran. Ini akan memberi mereka gambaran tentang bagaimana mereka dapat menjalani kehidupan yang diinginkan, tanpa menghabiskan lebih banyak uang.
Hitung semua sumber pendapatan termasuk uang saku, penghasilan dari melakukan pekerjaan rumah, dan pekerjaan paruh waktu. Selanjutnya, tuliskan daftar barang yang ingin mereka beli beserta biayanya. Dari sana, mereka dapat memutuskan berapa banyak uang yang ingin mereka alokasikan untuk setiap barang. Latihan ini akan membantu mereka menentukan apa yang dapat mereka beli sekarang versus nanti dan menyadari kebiasaan belanja mereka.
3. Pikirkan kembali
Di tengah kemudahan online shopping, anak pasti tergoda mengeklik tombol “beli sekarang”. Sebaliknya, sarankan menunggu 24 jam sebelum cookout barang atau kembali lagi ke pusat perbelanjaan keesokan harinya. Ini adalah ujian lakmus untuk melihat apakah mereka benar-benar masih menginginkan barang tersebut atau apakah mereka sudah benar-benar melupakannya ketika mereka punya waktu menenangkan emosinya.
Baca juga:
4. Jelaskan tujuan iklan
Bahas bersama anak tentang fungsi dan tujuan iklan. Mengapa suatu merek atau produk membuat iklan yang menarik? Karena mereka ingin produknya dibeli banyak orang, bukan berarti produknya pasti bagus.
Banyak merek menghabiskan dana yang fantastis untuk membuat iklan yang sangat baik, bahkan membayar artis idola remaja untuk membintangi iklan tersebut. Terangkan ini kepada anak Anda, bahwa sang artis dibayar untuk mengakui suatu produk berkualitas baik. Tapi, belum tentu produk itu baik untuk semua orang.
5. Kurangi paparan gadget
Faktor terpenting, pastikan waktu yang dihabiskan untuk menonton TV, internet maupun video games, untuk semua anggota keluarga, seimbang dengan kegiatan lain yang bersih dari iklan. Misalnya, jogging atau bersepeda bersama keliling kompleks, bermain bersama di dalam maupun luar rumah, membaca buku, hingga ikut gotong royong dengan komunitas setempat, bisa menjadi ide. Selain dompet selamat, anak pun menjadi lebih dekat dengan Anda.
6. Beri anak kebebasan mengambil keputusan
Meskipun Anda ingin menjauhkan anak dari perilaku pembelian impulsif, penting untuk memberi anak otonomi atas pilihan belanja mereka sehingga mereka dapat merasakan konsekuensi positif atau negatif yang menyertainya. Dengan begitu anak dapat belajar dari kesalahan mereka sejak dini dan membuat keputusan pembelian yang lebih cerdas saat mereka dewasa.