Atasi Polusi Udara, Komisi IX Lempar Usulan Pembentukan Pansus DPR

JAKARTA - Komisi IX DPR RI mendapat usul untuk mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus) guna mencari solusi mengatasi polusi udara yang tengah menghantui masyarakat, khususnya di Jabodetabek dan sekitarnya. Dengan melibatkan lintas sektor, diharapkan akan ada kebijakan lebih komprehensif dalam mengatasi persoalan polusi udara.

"Kami mendapat beberapa saran, bahwa bagaimana kalau nanti kita mengusulkan ke pimpinan DPR untuk membuat Pansus untuk bagaimana kita sama-sama mengatasi masalah polusi udara. Bukan hanya di Jabodetabek, tetapi di seluru Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, Kamis 24 Agustus.

Usulan untuk pembentukan Pansus muncul dalam rapat bersama Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang melakukan audiensi dengan Komisi IX DPR hari ini. Dalam pertemuan tersebut, seluruh dokter yang tergabung dalam PDPI sepakat permasalahan polusi udara harus diselesaikan melalui lintas sektoral.

Pada pertemuan itu, PDPI mengungkapkan data mengenai dampak yang disebabkan polusi udara. Menurut PDPI, mengatasi masalah polusi udara bukan hanya mencari solusi terkini, namun menemukan sebuah formula tindakan pencegahan yang meminimalisir timbulnya polutan di udara.

Oleh karenanya, Charles menyatakan Komisi IX DPR akan melakukan rapat untuk membahas mengenai kemungkinan dibentuknya Pansus Polusi Udara.

"Kita akan melakukan rapat internal dan nanti kita bisa putuskan di sana. Keputusan ada atau tidaknya Pansus nanti diputuskan bersama-sama oleh pimpinan DPR dengan mendapatkan masukan dari komisi-komisi lainnya," terangnya.

Saat melakukan audiensi dengan DPR, PDPI mengungkap bahwa penyebab memburuknya kualitas udara memburuk tak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti akibat polutan dari kendaraan bermotor. Tapi juga pembangkit listrik dan pabrik yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.

Kemudian asap rokok juga menjadi penyumbang polutan di udara yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Untuk itu, menurut Charles, diperlukan kerja sama lintas sektoral untuk menghadapi masalah tersebutz

"Kalau kita membuat Pansus nanti kita bisa melibatkan teman-temab lintas sektor baik dari yang berkaitan dengan transportasi, KLHK (urusan lingkungan hidup) , industri dan seterusnya. Sehingga nanti rekomendasi dikeluarkan juga akan bisa diterapkan," ungkap Legislator dari Dapil Jakarta III ini.

Charles menambahkan, untuk menekan polusi udara juga memerlukan sikap yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Dengan harapan, kualitas udara di Indonesia, khususnya di Jabodetabek, bisa tetap terjaga di kemudian hari.

"Sekali lagi masalah kesehatan ada di ujungnya. Ada akibat dan dampaknya, tetapi permasalahan utama yang harus segera dibenahi adalah mengapanya. Sehingga kita harus mencari solusi berkelanjutan," papar Charles.

"Jadi diperlukan perencanaan secara nasional yang diadakan secara bergotong royong antar lintas kementerian. Jadi melibatkan seluruh stakeholder baik dari pemerintah pusat maupun daerah," tegasnya.

Pembentukan Pansus juga didukung oleh beberapa komisi selain Komisi IX yang membidangi urusan kesehatan. Hal ini mengingat masalah polusi udara harus dikerjakan bersama-sama.

"Dengan pimpinan Komisi IV (urusan lingkungan hidup) dan komisi VII (energi) secara informal, mereka mengatakan ya memang kalau mau menyelesaikan permasalahan ini harus bersama-sama. Maka wacana terkait Pansus, penanganan polusi Jabodetabek bukan sesuatu yang mungkin untuk dilakukan," tutur Charles.

Di sisi lain, Charles juga menyinggung soal adanya usulan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk meminimalisir dampak kesehatan dari polusi udara bagi anak. Ia menilai, hal tersebut hanya solusi jangka pendek saja.

"Bagi saya hal ini adalah solusi yang bukan solusi permanen dan harus menjadi opsi terakhir. Pembelajaran jarak jauh, mungkin hanya akan menyelesaikan masalah dalam beberapa hari ke depan," ungkapnya.

Saat ini juga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan instruksi bagi pegawai, baik di pemerintah pusat, daerah dan BUMN untuk menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) dengan kuota 50 persen.

Selain itu, ASN yang mendapat giliran Work From Office (WFO) didorong menggunakan sarana transportasi publik yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi langkah pemerintah pusat untuk menekan polusi udara di Jabodetabek.

"Bahwa yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita menghadirkan solusi secara permanen, yang jangka panjang, dan everlasting. Tidak hanya misalkan melakukan WFH dan pembelajaran jarak jauh," tutup Charles.