AS Kecam Penindasan Korea Utara untuk Bangun Senjata Nuklir, China Ingin DK PBB Mainkan Peran Konstruktif

JAKARTA - Amerika Serikat mengecam Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un dalam pertemuan di PBB, lantaran penggunaan penindasan, kekejaman serta pemerintahan totaliter untuk mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik secara ilegal.

"Kita tidak dapat memiliki perdamaian tanpa hak asasi manusia," ujar Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, kepada Dewan Keamanan PBB, yang untuk pertama kalinya mengadakan pertemuan terbuka untuk membahas pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara, melansir Reuters 18 Agustus.

"Kontrol Kim Jong-un yang represif dan totaliter terhadap masyarakat, serta pengingkaran hak asasi manusia dan kebebasan fundamental secara sistemik dan meluas, memastikan rezim tersebut dapat menghabiskan sumber daya publik yang sangat besar untuk mengembangkan program rudal balistik dan senjata pemusnah massal yang melanggar hukum, tanpa adanya penolakan dari masyarakat," urainya.

Korea Utara (DPRK) sendiri telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran, menyalahkan sanksi atas situasi kemanusiaan yang mengerikan di negara itu. Sejak tahun 2006, Korea Utara berada di bawah sanksi PBB atas program rudal balistik dan nuklirnya, tetapi ada pengecualian bantuan.

Sementara itu, China mengatakan pihaknya menentang pertemuan publik dewan beranggotakan 15 negara anggota mengenai pelanggaran di Korea Utara, namun tidak berusaha untuk memblokirnya pada Hari Kamis.

"Dewan harus memainkan peran konstruktif dalam melanjutkan pembicaraan dan meredakan ketegangan," ujar Wakil Duta Besar China untuk PBB Geng Shuang dalam pertemuan yang diminta oleh Amerika Serikat, Albania dan Jepang.

"Mendorong dewan untuk membahas situasi hak asasi manusia di DPRK tidak hanya tidak akan membantu meringankan, tetapi juga memperparah situasi. Hal ini tidak bertanggung jawab, tidak konstruktif dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan dewan," paparnya.

Diberitakan sebelumnya, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Hari Senin menyerukan peningkatan produksi rudal untuk siap berperang. Sementara kemarin, seorang anggota parlemen Korea Selatan memperingatkan Pyongyang mungkin akan meluncurkan rudal balistik antarbenua untuk memprotes KTT AS, Jepang dan Korea Selatan.

Terpisah, kepala hak asasi manusia PBB Volker Turk mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia kronis selama puluhan tahun di Korea Utara, dan banyak di antaranya yang "berasal langsung dari, atau mendukung, peningkatan militerisasi DPRK."

Dia mengutip kerja paksa yang meluas yang digunakan untuk "mendukung aparat militer negara dan kemampuannya untuk membuat senjata."

Korea Utara tidak memberikan tanggapan atas pertemuan tersebut. Namun pada Hari Rabu, Korea Utara mengecam hak asasi manusia di Amerika Serikat, dengan mengatakan tentara AS Travis King telah mencari perlindungan di Korea Utara dari rasisme dan pelecehan di dalam negeri dan di militer AS.

"Tidak ada negara yang memiliki catatan hak asasi manusia yang sempurna. Kita semua memiliki kekurangan. Namun dalam masyarakat yang terbuka, orang dapat memprotes dan mendorong kemajuan," kata Thomas-Greenfield.